Selasa, 27 April 2010

Metode Dakwah Para Wali di Jawa Barat

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Qs. 16:125)

Hasil sukses yang diperoleh Walisanga dalam program dakwah Islam di tanah Jawa tidak bisa terlepas dari metode dakwah yang dipakai kala itu. Apa yang dilakukan oleh semua para wali berpijak dari landasan metode yang sama menurut Al-Qur’an dan tuntunan Sunnah Rosululloh SAW.

Dari bukti penelusuran sejarah, maka kita akan menemukan pola yang sama antara dakwah yang dikembangkan di wilayah Jawa bagian Timur mulai Syekh Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel beserta kadernya dengan dakwah yang dikembangkan di wilayah Jawa bagian Barat oleh Syekh Hasanudin alias Syekh Quro, Syekh Datuk Kahfi, Ki Samadullah alias Pangeran Cakrabuana, Syarif Hidayatullah alias Sunan Gunung Jati dan para keder selanjutnya, secara inspiratif mencontoh gerakan dakwah Nabi Muhammad SAW.

Pertama, mereka berdakwah melalui jalur keluarga/kerabat. Apa yang dilakukan oleh Sunan Ampel dengan pengkaderan anak-anaknya dan menantunya pada akhirnya meretas jalan menuju tegak berdirinya Negara Islam Demak, dan semua kader-kadernya yang notabene anak mantunya memiliki peran sentral dalam perjuangan ini. Begitu pula dengan yang dilakukan oleh Syekh Quro dan Syekh Datuk Kahfi mampu menerobos pintu kerajaan Padjadjaran dengan mengkader trah keturunan raja Padjadjaran diantaranya Pangeran Walangsungsang dan Rara Santang yang kemudian melahirkan generasi Susuhunan Jati.

Kedua, dengan menerapkan proses Tarbiyah, Tazkiyah, Ta’lim secara kontinu dalam wahana pendidikan Islam. Bila di Jawa bagian Timur menyebar pesantren-pesantren sebagai pusat kaderisasi Islam, maka di Jawa bagian Barat berdiri Pondok Quro atau Pondok Al-Qur’an tempat membina generasi Qur’ani. Syekh Hasanudin mendirikan Pondok Quro di Pura Karawang, Syekh Datuk Kahfi mendirikan Pondok Quro di Amparan Jati Cirebon, Syekh Bayanullah adik Syekh Datuk Kahfi mendirikan Pondok Quro di Sidapura Kuningan. Pondok-pondok inilah yang mengsyi’arkan dakwah Islam di wilayah pantai utara (Pantura) Jawa Barat. Baik pesantren maupun pondok dilihat dari fungsi dan perannya adalah upaya cerdas para da’i dalam mengushwah As-Suffah yang berdiri pada masa Nabi Muhammad.

Ketiga, dengan melakukan Revolusi Budaya, sebuah perubahan yang cerdas yang dilakukan oleh para wali. Islam merambah pada tataran seni, budaya, adat istiadat yang sebelumnya di dominasi oleh kebudayaan Hindi-Budhis. Revolusi Budaya yang tidak menimbulkan gejolak, revolusi yang dilakukan secara arif dan bijak. Bisa dibayangkan kelompok masyarakat asli yang baru setengah berpakaian, dekil, dengan rambut gimbal berubah menjadi masyarakat yang berpakaian bersih, dengan pola hidup yang teratur.

Keempat, dengan melakukan perbaikan ekonomi masyarakat. Para wali menyumbangkan pemikiran dan karya bagi kehidupan yang lebih baik. Sunan Kalijaga menciptakan Bajak dan Cangkul, Sunan Majagung bertindak sebagai menteri ekonomi turun tangan memikirkan hal-hal yang menurut ukuran sekarang sepele, tetapi saat itu sebuah revolusi kebiasaan seperti masak-memasak, mengolah makanan, membuat perabot dapur dll. Sunan Drajat menyumbangkan pemikiran tentang kesempurnaan alat transportasi, sementara Sunan Gunung Jati menyumbangkan pemikiran tentang pemindahan penduduk (migrasi), melalui pembukaan hutan-hutan sebagai perluasan kediaman dan ekstensifikasi pemanfaatan alam serta hasil bumi.

Kelima, dengan melakukan Revolusi Politik Islam. Perjuangan dakwah para wali bukan untuk sekedar “Kudeta kekuasaan” dengan mengganti Raja yang bukan beragama Islam diganti oleh yang beragama Islam, tetapi hakikat perjuangan dakwah Islam adalah berorientasi pada tegaknya kekuasaan Allah di muka bumi artinya tegaknya Rububiyatulloh, Mulkiyatulloh dan Uluhiyatulloh. Sunan Giri seperti yang telah di tuliskan sebelumnya ketua Dewan Wali yang pada saat berdirinya Negara Islam Demak, dewan ini berperan untuk melakukan penataan negara. Sunan Giri tampil sebagai Negarawan, beliau menyusun peraturan-peraturan ketataprajaan dan pedoman tatacara keraton, Sunan Kudus bertugas menyusun perundang-undangan, peradilan dan mahkamah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar