Sabtu, 09 April 2011

LUASNYA AMPUNAN ALLOH

Siapakah di antara kita yang belum pernah terjerumus dalam gelapnya dosa dan maksiat??? Seluruh manusia tidak akan terlepas dari dosa dan kesalahan, bagaimanapun tinggi kedudukannya. Nabi Adam ‘alaihi salam telah melakukan dosa, anak keturunannya pun juga akan mengikutinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bercerita tentang kisah Nabi Adam, beliau mengatakan, “Adam telah melanggar larangan Allah, maka anak keturunannya pun juga akan melanggar larangan Allah. Adam telah lupa, maka anak keturunannya pun juga akan lupa. Adam telah berbuat dosa, maka anak keturunannya pun juga berbuat dosa” (HR. Tirmidzi, hasan shahih).

Bisikan syaitan senantiasa dihembus-hembuskan di telinga anak Adam. Jeratan syubhat dan rayuan syahwat senantiasa membayangi setiap langkah kehidupan manusia. Hingga tidak akan ada sosok manusia yang suci dari dosa dan kesalahan. Dosa sudah menjadi watak dan tabiat manusia, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku ada di tangan-Nya, seandainya kalian tidak pernah berbuat dosa, niscaya Allah akan mengganti kalian dengan mendatangkan suatu kaum yang kemudian kaum tersebut berbuat dosa, kemudian mereka meminta ampun kepada Allah, dan Allah akan mengampuni mereka” (HR. Muslim).

Wahai, Hamba Allah… Kesempatan itu Masih Ada…

Salah satu bukti kasih sayang Allah Ta’ala kepada hamba-Nya, Allah membuka pintu ampunan dan taubat bagi seluruh hamba-Nya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Katakanlah, wahai para hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri-diri mereka sendiri, janganlah kalian putus asa terhadap rahmat dari Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni seluruh dosa, sungguh Dialah Dzat Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (QS. Az Zumar : 53).

Allah Ta’ala mengampuni setiap dosa seorang hamba, jika hamba tersebut bertaubat kepada Allah, dengan taubat yang hakiki. Bahkan, Allah Ta’ala mengampuni dosa yang paling besar sekalipun, yaitu dosa syirik, selama orang tersebut ikhlas bertaubat kepada Allah. Bukankah para Sahabat radhiyallahu ‘anhum, dahulunya adalah orang-orang yang tenggelam dalam lumpur kemusyrikan, tenggelam dalam kubangan dosa dan kemaksiatan. Namun, dengan sebab taubat mereka Allah Ta’ala pun mengangkat kedudukan mereka.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, bersabda dalam hadits qudsy, Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya kalian berbuat dosa di siang dan malam hari, dan Aku akan mengampuni seluruh dosa, maka minta ampunlah kepada-Ku, niscaya akan Aku ampuni dosa-dosa kalian” (HR. Muslim).

Sebaik-baik manusia bukanlah manusia yang suci dan bersih dari dosa dan kesalahan, karena memang tidak ada orang yang bisa demikian. Lihatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Setiap anak Adam pasti sering melakukan dosa dan kesalahan, dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah orang yang rajin bertaubat”. (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, hasan)

Tidak terbayangkan bagaimana keadaan bumi ini, seandainya Allah Ta’ala membalas setiap dosa yang diperbuat oleh manusia saat ini dengan hukuman secara langsung dari-Nya. Sebagaimana Allah telah menenggelamkan kaumnya Nabi Nuh ‘alaihissalam. Demikian pula Allah telah kirimkan angin kepada kaum ‘Aad, sebagaimana pula Allah telah balikkan bumi ini dan Allah kirimkan bebatuan kepada kaum Nabi Luth ‘alaihissalam. Sungguh, betapa besar kasih sayang Allah Ta’ala kepada umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Bersegera dalam Bertaubat

Salah satu tipu daya Iblis kepada Bani Adam adalah dengan menjadikan dosa yang dilakukan seolah-olah adalah kecil dan remeh. Akhirnya, hal itu membuat manusia menunda-nunda taubatnya kepada Allah Ta’ala. Ketahuilah, wahai hamba Allah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabada, “Sesungguhnya seorang hamba, ketika berbuat dosa, maka pada hatinya akan tertinggal setitik noda hitam, jika dia bertaubat dari dosanya, maka hatinya akan dibersihkan dari noda hitam tersebut, namun apabila dia terus menambah dosanya, maka noda hitam tersebut pun semakin bertambah, demikianlah Allah Ta’ala firmankan : “Sekali-kali tidak, bahkan apa yang mereka lakukan tersebut akan menutupi hatinya (surat Al Muthafifin : 14)” (HR. Tirmidzi, dari Sahabat Abu Hurairah).

Semakin bertumpuk dosa yang dia lakukan, seiring dengan itu akan semakin gelap hatinya, hingga hatinya menjumpai kebinasaan. Inilah sebesar-besar kecelakaan dan musibah, wal ‘iyadzubillah! Apabila hatinya sudah binasa, apa lagi yang bisa diharapkan dari kehidupan ini??? Sedangkan kehidupan yang hakiki tidak lain adalah kehidupan hati. Nas’alullaha al ‘afiyah…
Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Bersegeralah menuju ampunan dari Rabb kalian dan menuju surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang dipersiapkan bagi orang-orang yang beriman” (QS. Ali ‘Imran : 133).

Wahai hamba Allah, bersegeralah dalam bertaubat sebelum Allah mendatangkan adzab yang di kala itu taubat seorang hamba tidak diterima lagi. Berlarilah… menuju Allah sebelum Allah Ta’ala menerbitkan matahari dari arah barat (baca: kiamat). Ingatlah sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Barang siapa yang bertaubat sebelum matahari terbit dari arah barat, maka Allah akan menerima taubatnya” (HR. Muslim). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun telah bersabda, “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla, akan menerima taubat seorang hamba selama nyawanya belum sampai ke kerongkongannya (baca: sakaratul maut)” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Hasan).

Jujurlah dalam Bertaubat…

Taubat memiliki syarat-syarat. Setidaknya ada tiga syarat taubat jika dosa tersebut berupa pelanggaran terhadap hak Allah Ta’ala. Pertama: Seseorang dikatakan bertaubat dari sebuah dosa jika dia berhenti mengerjakannya. Kedua: Taubat tidak akan pernah ada tanpa diawali dengan rasa penyesalan. Seandainya seorang yang bertaubat tidak menyesali dosa yang dia lakukan, maka hal ini menunjukkan bahwa dirinya ridha dan menikmati dosa tersebut. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Penyesalan adalah taubat” (HR. Ibnu Majah, Shahih). Ketiga : Bertekad kuat untuk tidak mengulangi dosa tersebut pada kesempatan yang lain. Seluruh persyaratan ini sangat memerlukan keikhlasan dan kejujuran dalam bertaubat.

Lihatlah Orang-orang Sholeh Terdahulu…

Sungguh betapa sombongnya diri kita, seandainya kita enggan memohon ampun kepada Allah Ta’ala. Orang-orang sholeh terdahulu adalah orang yang selalu membasahi lisan mereka dengan istighfar.

Lihatlah kepada penghulu orang sholeh, yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, manusia yang paling bertaqwa kepada Allah, manusia yang telah diampuni dosanya, baik yang telah lalu atau yang akan datang, manusia yang telah dijanjikan kepadanya surga dengan berbagai kenikmatannya. Namun bersama dengan itu, beliau adalah manusia yang senantiasa memohon ampunan kepada-Nya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Allah, sesungguhnya aku meminta ampun kepada Allah dan aku bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari 70 kali” (HR. Bukhari dari Sahabat Abu Hurairah).

Siapakah di antara kita yang tidak mengenal Abu Bakr As Shiddiq radhiyallahu ‘anhu? Manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dengan segenap kebesaran yang dmilikinya, beliau mengatakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam “Wahai Rasulullah, ajarkan kepada diriku sebuah doa, yang doa tersebut akan aku baca dalam setiap sholatku”, Rasulullah mengatakan, ”Katakanlah, Allahuma inni dzolamtu nafsi dzulman kabiran laa yaghfiru dzunuba illa anta, faghfirli maghfiratan min ‘indika, innaka anta alghafur ar rahim” (Ya Allah, sungguh aku telah mendzolimi diriku sendiri, dengan kedzaliman yang sangat besar, tidak ada yang bisa mengampuni diriku melainkan Engkau, maka ampunilah diriku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan sayangilah diriku, sungguh Engkau adalah Dzat yang Maha Pengampun dan Maha Penyayang) (HR. Bukhari-Muslim).

Lantas di manakah posisi diri kita jika dibandingkan dengan beliau-beliau?? Apakah kita merasa lebih baik dari pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan juga para Sahabat?! Hanya kepada Allah kita memohon taufik dan hidayah…

Namun, Janganlah Kita Lupa…

Saudaraku, dengan membaca risalah singkat ini, bukan berarti kita boleh meremehkan dosa dan pelanggaran kepada aturan-aturan Allah. Sampai-sampai sering kita mendengar kalimat “Aahh gak papa berbuat dosa, nanti juga akan diampuni kok…, Allah kan Maha Pengampun…?!!”. Lupakah kita dengan firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya Allah Maha Keras Siksaannya dan (ketahuilah) bahwa Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Al Maidah : 98)

Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha Pengampun dan Penyayang bagi orang yang bertaubat dan kembali kepada-Nya dengan ikhlas dan tulus. Kita wajib meyakini hal ini dengan keyakinan yang kokoh. Namun jangan sampai lupakan, bahwa Allah Ta’ala adalah Dzat yang Maha Keras siksaan-Nya bagi orang-orang yang mendurhakai Allah Ta’ala.

Dengan berbekal keyakinan inilah, niscaya akan tumbuh rasa takut dalam hati seorang hamba. Rasa takut terhadap siksaan dan ancaman dari Allah. Dan akan berkembang rasa harapan terhadap janji ampunan dan pahala dari Allah (Lihat Taisir Karimirrahman)

Hasan Al Bashri rahimahullahu pernah berkata, “Sungguh sifat seorang mukmin adalah mengumpulkan antara amalan baik (sholeh) dan rasa takut (kepada Allah Ta’ala seandainya amalan tersebut tidak diterima), sedangkan sifat orang munafik adalah mengumpulkan antara amalah buruk (kemaksiatan) dan rasa aman (dari siksa dan ancaman Allah)” (dikutip dari Tsamaratul Ilmi Al Amalu karya Syaikh Abdurrazzaq al-Badr)

“Ya Rabb kami, sungguh kami telah mendzolimi diri kami, seandainya Engkau tidak mengampuni dan menyayangi kami, maka sungguh kami pasti menjadi orang-orang yang merugi” Wa shallallahu ‘ala Nabiyina Muhammad wa ‘ala aalihi wa shohbihi wa sallam… [Hanif Nur Fauzi]

Kunci Kemenangan: Sabar Menghadapi Ujian Dan Tawakkal Kepada Allah Semata (1)

Kunci Kemenangan: Sabar Menghadapi Ujian Dan Tawakkal Kepada Allah Semata (1)

Di dalam surah Al-Baqarah Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa untuk berhak memasuki surga orang-orang beriman mesti melalui berbagai ujian terlebih dahulu. Sebagaimana umat beriman di masa lalu juga mengalami berbagai ujian. Allah سبحانه و تعالى berfirman:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, 'Bilakah datangnya pertolongan Allah?' Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat." (QS. Al-Baqarah [2] : 214)

Orang-orang beriman terdahulu telah ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan). Menghadapi malapetaka, kesengsaraan serta digoncangkan dengan aneka cobaan merupakan sebuah sunnatullah yang pasti harus dialami oleh mereka yang ingin beriman dengan sebenar-benarnya iman. Sebab semua bentuk fitnah (ujian) tersebut merupakan cara Allah سبحانه و تعالى untuk menseleksi dan mendeteksi siapa yang benar dalam pengakuan keimanannya dan siapa yang berdusta.

أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan, 'Kami telah beriman,' sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta." (QS. Al-Ankabut [29] : 2-3)

Bahkan setiap orang beriman harus senantiasa waspada bila ia hidup dalam sebuah kondisi dimana bercampur-baur antara orang-orang yang benar imannya dengan orang-orang yang palsu keimanannya. Sebab Allah سبحانه و تعالى tidak akan biarkan mereka dalam keadaan bercampur-baur terus menerus seperti itu. Allah سبحانه و تعالى suatu ketika akan memilah dan mendatangkan berbagai ujian untuk menyingkap hakikat sebenarnya dari masing-masing golongan tersebut.

مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ

"Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mukmin)." (QS. Ali Imran [3] : 179)

Berakhirnya kondisi bercampur-baur antara mukmin dan munafik ditandai dengan datangnya aneka ujian dan cobaan kepada orang-orang yang mengaku beriman tersebut. Ada yang diuji dengan kesulitan hidup dan ada pula yang diuji dengan kesenangan hidup. Ada yang lulus atau gagal menghadapi kedua-duanya. Ada yang lulus atau gagal menghadapi salah satunya. Ada yang gagal menghadapi ujian kesenangan hidup tapi berhasil menghadapi ujian kesulitan hidup, ada pula yang gagal menghadapi ujian kesulitan hidup namun berhasil menghadapi ujian kesenangan hidup. Tetapi dalam suatu kesempatan Rasulullah صلى الله عليه و سلم pernah mengabarkan bahwa sebagian besar ummatnya cenderung sanggup menghadapi ujian kesulitan hidup namun gagal menghadapi ujian kesenangan hidup.

Rasulullah صلى الله عليه و سلم bersabda:

لَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ وَلَكِنْ أَخَشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ عَلَيْكُمْ الدُّنْيَا كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ

”Demi Allah, bukanlah kefakiran(kemiskinan) yang aku khawatirkan dari kalian. Akan tetapi yg aku khawatirkan atas kalian adalah bila kalian telah dibukakan (harta) dunia sebagaimana telah dibukakan kepada orang-orang sebelum kalian lalu kalian berlomba-lomba untuk memperebutkannya sebagaimana mereka berlomba-lomba memperebutkannya sehingga harta dunia itu membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka." (HR. Bukhari, No. 2924)

Itulah sebabnya kita dengan mudah dapat menemukan orang yang tadinya sholeh dan rajin beribadah sewaktu hidupnya masih sederhana, bukan orang yang memiliki jabatan atau kekuasaan apapun serta tidak dihinggapi popularitas. Namun begitu ia mengalami kelapangan rezeki, memperoleh jabatan dan kekuasaan serta menjadi orang terkenal, tiba-tiba kita dikejutkan dengan ucapan, sikap dan perilakunya yang seolah tidak mencerminkan kesholehan masa lalunya. Kitapun menjadi asing dengannya dan diapun menjadi asing melihat kita.

Tapi jangan salah, ada juga ujian kesulitan hidup yang telah diperingatkan oleh Rasulullah صلى الله عليه و سلم agar setiap mukmin bersiap diri menghadapinya. Sebab di masa awal da’wah Nabi صلى الله عليه و سلم dan para sahabat menghadapi kondisi yang sungguh sulit. Para sahabat waktu itu adalah golongan minoritas, tertindas dan terbatas ruang gerak beribadahnya. Mereka mengalami aneka bentuk kezaliman dari kaum musyrikin Mekkah yang benci melihat perkembangan da’wah ajaran Tauhid yang kian merebak sehingga mengancam eksistensi para pembesar musyrikin Mekkah. Ada yang diusir dari rumahnya, ada yang disiksa di bawah terik matahari di tengah padang pasir bahkan ada yang dibunuh. Sudah sedemikian beratnya kondisi para sahabat sehingga pada suatu ketika Khabab ibnul Arat mendatangi Nabi صلى الله عليه و سلم meminta beliau untuk berdoa kepada Allah سبحانه و تعالى demi keselamatan para sahabat yang teraniaya.

Khabab berkata, "Aku menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika beliau sedang duduk beralaskan selendang di bawah naungan Ka'bah, saat itu kami sedang mengalami siksaan yang sangat keras dari orang-orang Musyrikin. Aku berkata, 'Wahai Rasulullah, tidakkah tuan memohon pertolongan?' Seketika itu pula beliau bangun dengan muka merah lalu bersabda, 'Sungguh diantara orang-orang sebelum kalian ada yang disisir dengan sisir besi lalu dagingnya terkupas dari tulangnya atau uratnya namun hal itu tidak memalingkannya dari agamanya, dan ada juga yang diletakkan gergaji di tengah kepalanya lalu kepalanya itu digergaji hingga terbelah menjadi dua bagian, namun siksaan itu tidak menyurutkan dia dari agamanya. Sungguh, Allah akan menyempurnakan urusan (Islam) ini hingga ada seorang yang mengendarai tunggangannya berjalan dari Shan'a menuju Hadlramaut tidak ada yang ditakutinya melainkan Allah atau (tidak ada) kekhawatiran kepada serigala atas kambingnya'." (HR. Bukhari, No. 3563)

Subhaanallah...! Coba bayangkan. Sudahlah para sahabat memang sedang menjalani masa sulit dengan aneka ujian dan cobaan di masa itu. Tetapi lihatlah bagaimana Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم mendidik para sahabat untuk bersabar dan melipat-gandakan kesabaran. Justeru mendengar apa yang dikatakan oleh Khabab malah Rasulullah صلى الله عليه و سلم memberikan bayangan ujian kesulitan hidup yang jauh lebih dahsyat yang telah menimpa generasi terdahulu sebelum para sahabat. Ujian generasi terdahulu lebih berat lagi daripada ujian para sahabat. Padahal apa yang dialami oleh para sahabat-pun bukanlah ujian dan cobaan yang ringan...! Bahkan Nabi صلى الله عليه و سلم mengakhiri pesannya kepada Khabab dengan menegurnya secara keras dan menilainya sebagai bagian dari golongan yang tidak sabar...!

وَلَيُتِمَّنَّ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مَا بَيْنَ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا يَخْشَى إِلَّا اللَّهَ تَعَالَى وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَعْجَلُونَ

"Dan sungguh, benar-benar Allah Tabaaraka Wa Ta'ala akan menyempunakan urusan (agama) ini hingga ada seorang pengendara berjalan dari Shan'a menuju Hadarmaut dalam keadaan tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau khawatir kambingnya akan dimakan serigala. Akan tetapi kalian terburu-buru." (HR. Ahmad, No. 20148)

Kunci Kemenangan: Sabar Menghadapi Ujian Dan Tawakkal Kepada Allah Semata (2)

Kunci Kemenangan: Sabar Menghadapi Ujian Dan Tawakkal Kepada Allah Semata (2)


Di dalam surah Al-Baqarah Allah سبحانه و تعالى menyatakan bahwa agar berhak memasuki surga orang-orang beriman mesti melalui berbagai ujian terlebih dahulu. Sebagaimana umat beriman di masa lalu juga mengalami berbagai ujian. Allah سبحانه و تعالى berfirman:

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya, "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS Al-Baqarah [2] : 214)

Subhaanallah...! Coba bayangkan. Sudahlah para sahabat memang sedang menjalani masa sulit dengan aneka ujian dan cobaan di masa itu. Tetapi lihatlah bagaimana Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم mendidik para sahabat untuk bersabar dan melipat-gandakan kesabaran. Justeru mendengar apa yang dikatakan oleh Khabab ibnul Arat malah Rasulullah صلى الله عليه و سلم memberikan bayangan ujian kesulitan hidup yang jauh lebih dahsyat yang telah menimpa generasi terdahulu sebelum para sahabat. Ujian generasi terdahulu lebih berat lagi dibandingkan ujian para sahabat. Padahal apa yang dialami oleh para sahabat-pun bukanlah ujian dan cobaan yang ringan..! Bahkan Nabi صلى الله عليه و سلم mengakhiri pesannya kepada Khabab dengan menegurnya secara keras dan menilainya sebagai bagian dari golongan yang tidak sabar...!!

وَلَيُتِمَّنَّ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى هَذَا الْأَمْرَ حَتَّى يَسِيرَ الرَّاكِبُ مَا بَيْنَ صَنْعَاءَ إِلَى حَضْرَمَوْتَ لَا يَخْشَى إِلَّا اللَّهَ تَعَالَى وَالذِّئْبَ عَلَى غَنَمِهِ وَلَكِنَّكُمْ تَعْجَلُونَ

Dan sungguh, benar-benar Allah Tabaaraka Wa Ta'ala akan menyempunakan urusan (agama) ini hingga ada seorang pengendara berjalan dari Shan'a menuju Hadarmaut dalam keadaan tidak takut kepada siapa pun kecuali kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, atau khawatir kambingnya akan dimakan serigala. Akan tetapi kalian terburu-buru." (HR. Ahmad, No. 20148)

Bahkan Nabi صلى الله عليه و سلم menilai Khabab sebagai bagian dari golongan yang tidak sabar. Padahal Khabab, seorang pandai besi, adalah salah seorang sahabat yang telah mengalami penyiksaan yang sungguh hebat di masa awal da’wah Islam di Mekkah sebelum hijrah. Sya'bi, salah satu kawan sependeritaan Khabab, menggambarkan kegilaan orang-orang Quraisy yang menyiksa Khabab. Orang-orang kafir itu datang kepada Khabab dan menyeretnya keluar kemudian menindihnya dengan batu yang membara, hingga meluluhkan dagingnya. Namun hati Khabab tak sedikitpun terpengaruh, justru membuat ia semakin yakin akan kebenaran risalah yang diikutinya.Sahabatnya yang lain menceritakan bahwa orang-orang kafir itu datang ke rumah Khabab. Mereka membakar besi-besi yang hendak dijadikan pedang. Kemudian setelah membara mereka gunakan untuk tiang mengikat tangan, kaki, berikut tubuh Khabab.

Inilah di antara yang telah dialami oleh generasi pertama ummat Islam. Namun Rasulullah صلى الله عليه و سلم menyebut Khabab sebagai “Akan tetapi kalian terburu-buru.” Lalu Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم membandingkan dengan ujian yang telah dialami oleh ummat beriman di masa lalu. Seolah ingin mengatakan bahwa sabar dan meilpatgandakan kesabaran menghadapi ujian berat merupakan prasyarat untuk meraih kemenangan dan masuk surga.

رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

"Ya Tuhan kami, tuangkanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir". (QS. Al-Baqarah [2] : 250)

Syarat kedua agar orang-orang beriman meraih kemenangan dan berhak masuk taman keabadian penuh kenikmatan (yakni surga) ialah keharusan bertawakkal semata kepada Allah سبحانه و تعالى . Bilamana berbagai ujian dan penderitaan yang dialami kaum mukminin telah sampai ke derajat dimana orang-orang beriman tersebut hanya memohon pertolongan kepada Allah سبحانه و تعالى semata, maka pada saat itulah justeru pertolongan Allah سبحانه و تعالى akan segera datang. Dan tawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى tersebut haruslah merata berlaku di segenap lini barisan kaum mukminin, baik Rasul maupun para pengikutnya, baik pemimpin maupun pengikutnya. Tidak boleh ada satupun lapisan kaum mukminin yang mengharapkan selain pertolongan Allah سبحانه و تعالى . Jangan sampai lapisan grassroot (akar rumput) para pengikut misalnya berharap kepada Allah سبحانه و تعالى , namun jajaran para pemimpin malah ada yang diam-diam mengharapkan bantuan dari kaum kuffar ataupun kaum munafik..!

حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

“...sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” (QS. Al-Baqarah [2] : 214)

Dan tawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى yang dituntut ialah tawakkal yang sempurna dan totalitas, bukan tawakkal yang parsial atau setengah-setengah. Tawakkal yang dituntut bukan hanya tawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى dalam memohon pertolongan, yaitu dalam bentuk do’a, sholat lima waktu secara disiplin dan tepat waktu berjamaah di masjid, sholat tahajjud di tengah malam, berpuasa baik wajib maupun sunnah dan berbagai bentuk ibadah ritual lainnya. Tawakkal yang ditunutut hendaknya meliputi kefahaman dan keyakinan bahwa Islam mencakup baik urusan ritual, individual, sosial, politik, ekonomi, budaya, militer maupun segenap aspek kehidupan lainnya. Ia tidak mau menyerahkan urusan ibadahnya menurut ajaran Islam, namun urusan falsafah hidup bermasyarakat dan bernegara diserahkan kepada man-made ideologies (ideologi bikinan manusia). Ia tidak rela mengembangkan aspek ekonomi menurut aturan syariah sementara urusan politik berjalan mengikuti sistem politik produk kaum barat Yahudi-Nasrani. Sebab sikap seperti itu bukanlah bentuk sempurna bertawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى semata.

Tawakkal sempurna kepada Allah سبحانه و تعالى akan menuntut orang-orang beriman supaya mengembalikan segenap urusan kepada petunjuk, aturan dan hukum Allah سبحانه و تعالى dan sesuai dengan tuntunan teladan utama orang-orang beriman yakni Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم. Demikianlah Allah سبحانه و تعالى gambarkan potret kumpulan manusia beriman terbaik yang selalu menghiasi panggung sejarah dunia.

وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَأُولَئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ أُولَئِكَ رَفِيقًا

Dan barang siapa yang mentaati Allah dan Rasul (Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya. (QS. An-Nisa [4] : 69)

Kumpulan para Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh merupakan manusia-manusia yang senantiasa istiqomah di atas jalan lurus yang Allah سبحانه و تعالى bentangkan untuk mencapai keselamatan di dunia dan di akhirat. Mereka tidak pernah memiliki keraguan akan kekuasaan dan kedaulatan Allah سبحانه و تعالى . Mereka tidak pernah silau dan kagum sehingga menjadi inferior alias keder menyaksikan kesewenang-wenangan kaum kuffar ketika Allah سبحانه و تعالى izinkan mereka berkuasa sejenak di dunia. Bila Allah سبحانه و تعالى taqdirkan mereka hidup dalam potongan zaman dimana kaum kuffar berkolaborasi dengan kaum munafiq memimpin dunia tanpa petunjuk Allah سبحانه و تعالى , maka kaum beriman ini tidak surut dari jalan Allah سبحانه و تعالى betapapun tidak populernya sikap dan jalan yang mereka pilih.

Orang-orang beriman sejati adalah mereka yang tidak sudi memilih petunjuk, arahan, bimbingan kecuali yang jelas-jelas bersumber dari Allah سبحانه و تعالى dan RasulNya Muhammad صلى الله عليه و سلم Mereka tidak akan rela memilih agama, jalan hidup, way of life selain Dienullah (agama Allah سبحانه و تعالى), Dienul-Haq (agama yang benar), Al-Islam. Dan mereka tidak meragukan sedikitpun agama Allah سبحانه و تعالى Al-Islam tersebut. Mereka sangat yakin bahwa agama Allah سبحانه و تعالى harus dilaksanakan secara keseluruhannya tanpa pemilahan dan pilih-pilih. Mereka tidak mudah ditipu oleh ajaran modern sesat Sekularisme. Suatu ajaran batil yang menyuruh ummat Islam agar memisahkan urusan agama dengan urusan kehidupan sehari-hari. Suatu ajaran yang mengatakan bahwa agama hendaknya diberlakukan sebatas dalam urusan kehidupan pribadi belaka atau di ruang lingkup masjid saja, sedangkan segenap urusan hidup seperti sosial, politik, budaya, ekonomi dan lain sebagainya hendaknya diatur berdasarkan rumusan teori-teori modern sesat produk kaum kuffar barat. Justeru orang-orang beriman sangat yakin dan tawakkal sepenuhnya kepada dienullah Al-Islam karena ia adalah sebuah ajaran yang syamil (menyeluruh), kamil (sempurna) dan mutakaamil (saling menyempurnakan). Dan mereka sangat ragu bahkan menolak berbagai teori, ajaran, konsep, ideologi, pandangan hidup, aturan hidup yang bersumber dari selain Allah سبحانه و تعالى Sebab bagaimana mungkin kaum beriman ragu kepada ajaran Allah سبحانه و تعالى padahal Dia adalah Yang Menciptakan langit dan bumi dan segenap makhluk di antara keduanya. Sementara apa yang telah dibikin oleh para manusia kuffar yang katanya cerdas dan berhasil menelorkan berbagai teori, konsep, ideologi, pandangan hidup, aturan hidup yang pantas menjadi pegangan dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara di era modern ini?

Saudaraku, sudah tiba masanya bagi kita ummat Islam yang mengaku beriman untuk secara serius ber-tawakkal hanya kepada Allah سبحانه و تعالى dan segenap ajaranNya. Hendaknya kita berusaha mengokohkan keyakinan kita bahwa hanya dengan kembali kepada Allah سبحانه و تعالى sebagai Rabb, Al-Islam sebagai dien (jalan hidup) dan Nabi Muhammad صلى الله عليه و سلم sebagai teladan utama serta Al-Quranul Karim sebagai dustur (konstitusi) sajalah kita akan memperoleh pertolongan Allah سبحانه و تعالى

Hanya dengan bertawakkal dalam arti sebenarnya kepada Allah سبحانه و تعالى sajalah kita bakal sukses menghadapi berbagai fitnah yang mengelilingi hidup kita di era Akhir Zaman ini. Mari saudaraku, kita pastikan diri dan keluarga kita semuanya benar-benar hanya dan hanya ber-tawakkal kepada Rabb, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa alam raya, yakni Allah سبحانه و تعالى . Jika semakin hari semakin banyak ummat Islam yang bersikap demikian, maka percayalah insya Allah pertolongan Allah سبحانه و تعالى tidak lama lagi akan datang menghampiri ummat Islam. Amiin ya Rabbal ‘aalamiin.

أَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ آمَنُوا مَعَهُ مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلا إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ

Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya: "Bilakah datangnya pertolongan Allah?" Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. Al-Baqarah [2] : 214)

Marilah kita kembangkan diri dan keluarga kita menjadi kaum beriman yang benar-benar sabar menghadapi berbagai ujian dan cobaan yang kian menghebat di Akhir Zaman ini. Lalu kita pastikan bahwa jiwa tawakkal kepada Allah سبحانه و تعالى menghiasi segenap aspek hidup. Jadilah kaum beriman yang tidak pernah ragu untuk hanya dan hanya bergantung kepada Allah سبحانه و تعالى dalam keadaan senang maupun susah.

(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka", maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab:

حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ

"Cukuplah Allah سبحانه و تعالى menjadi Penolong kami dan Allah سبحانه و تعالى adalah sebaik-baik Pelindung." (QS. Ali Imran [3] : 173)

Menggali Makna Hakiki dari Hijrah Rasulullah

Menggali Makna Hakiki dari Hijrah Rasulullah


Hijrah berasal dari kata hajaro yang berarti meninggalkan. Secara istilah; kata hijrah digunakan untuk aktifitas meninggalkan perbuatan tertentu, seseorang, ataupun meninggalkan negeri kafir menuju negri Islam sebagai bentuk mendekatkan diri kepada-Nya.

Kronologi Hijrahnya Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam

Ketika permusuhan dan penyiksaan kaum musyrikin Mekkah terhadap umat Islam semakin kuat, maka Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam mengizinkan para Sahabat untuk berhijrah dari Mekkah (yang saat itu merupakan darul kufur) ke Yatsrib/Madinah (yang kemudian menjadi Darul Islam). Sementara Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam sendiri tetap tinggal di Mekkah menunggu izin dari Alloh Shallallahu Alaihi wa Sallam . Kaum Muslimin pun berangsur-angsur meninggalkan Mekkah sampai tak ada yang tertinggal kecuali Rasul Shallallahu Alaihi wa Sallam , Abu Bakar, ‘Ali, para tahanan, orang yang sakit dan orang yang tak mampu. Ketika itu orang-orang musyirk Mekkah menyadari bahwa peristiwa hijrah ini akan membahayakan mereka. Maka dari itu parlemen musyrikin Mekkah, “Dárun Nadwah” pada pagi hari membuat keputusan keji untuk membunuh Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam . Namun, sebelum hal itu terjadi turunlah malaikat Jibril membawa wahyu rabb-Nya untuk memberitahukan kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam perihal persekongkolan jahat kaum musyrikin tersebut sekaligus mengabarkan sudah adanya izin dari Alloh Subhanahu wa Ta'ala kepada beliau untuk hijrah meninggalkan Mekkah. Kemudian Jibril menentukan moment hijrah tersebut seraya berkata:“Malam ini kamu jangan tidur di tempat yang seperti biasa.” (Shahih Bukhori, Bab: Hijratin Nabi wa ash-habihi, I/553).

Dalam keadaan terancam seperti ini, di siang hari yang sangat panas tak peduli dengan terik matahari yang begitu menyengat, Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam menutup wajahnya dan segera berangkat menuju kediaman Abu Bakar as-Sidiq untuk bersama-sama menyepakati tahapan hijrah. Abu Bakar Radhiyallahu anhu yang mengetahui kedatangan Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam berkata dengan penuh keheranan, “Demi Alloh..!! beliau tidak datang di waktu-waktu seperti ini kecuali karena ada hal yang sangat penting.”

Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam menceritakan kepada Abu Bakar Radhiyallahu Anhu perihal wahyu yang baru saja diterimanya. Kemudian beliau mengajak Abu Bakar Radhiyallahu Anhu untuk berhijrah bersama sekaligus membahas kesepakatan hijrah tersebut. Setelah disepakati rencana hijrah tersebut, Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam pulang ke rumahnya menunggu datangnya malam.

Pengepungan Rumah Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam

Setelah di pagi hari Parlemen Mekkah “Darun Nadwah” membuat kesepakatan untuk membunuh Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam , langsung pada siang harinya musyrikin Quraisy itu mempersiapkan diri guna melaksanakan rencana yang telah disepakati. Untuk eksekusi pembunuhan tersebut, dipilihlah sebelas orang pemuka mereka, yaitu:



1. Abu Jahal bin Hisyam
2. Al-Hakam bin Abil Ash
3. Uqbah bin Abi Mu’ith
4. An-Nadlar bin al-Harits
5. Umayyah bin Khalaf
6. Zam’ah bin al-Aswad
7. Tha’imah bin Adi
8. Abu Lahab
9. Ubay bin Khalaf
10. Nabih bin al-Hajjaj dan
11. Munabbih bin al-Hajjaj





Ibnu Ishaq mengisahkan, “Tatkala malam telah gelap, kesebelas orang kafir itu pun berkumpul di depan pintu rumah Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk mengintai kapan beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam bangun sehingga mereka dapat menyergap dan membunuhnya.” (Siroh Ibnu Hisyam, hlm. 482).

Mereka melakukan pengintaian di malam tersebut dengan penuh kewaspadaan seraya menunggu datangnya waktu tengah malam, dikarenakan Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam biasa bangun dan keluar rumah pada tengah malam untuk solat di Masjidil Haram.

Sekalipun persiapan yang dilakukan oleh kaum Quraisy untuk melaksanakan rencana keji tersebut sedemikian rapihnya, namun mereka mengalami kegagalan total. Sehebat apapun rencana yang dibuat oleh orang-orang kafir, ketetapan Alloh Subhanahu Wa Ta'ala, jauh lebih sempurna.

Alloh Subhanahu wa Ta'ala menghendaki agar di malam itu Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam tidak tidur di tempat biasa, sehingga beliau Shallallahu Alaihi wa Sallam memerintahkan kepada Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu Anhu untuk tidur di tempat tidurnya sekaligus berselimut dengan burdah hijau dari Hadramaut miliknya Shallallahu Alaihi wa Sallam. Ketika ‘Ali sudah tidur di ranjang Rosul, maka Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam pun keluar rumah dan menembus barisan kepungan orang-orang kafir Quraisy sambil membaca al-Qur’an surat Yasin: 1-9. Beliau kemudian mengambil segenggam tanah (debu) lalu melemparkan tanah itu ke kepala mereka, tidak ada seorangpun yang terlewatkan, semuanya beliau taburi tanah atau pasir dari al-Batha’. Saat itulah Alloh Subhanahu wa Ta'ala mencabut pandangan mereka untuk sementara, sehingga mereka tidak bisa melihat pergerakan Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam dan tidak menyadari keluarnya beliau dari rumah, dan dikarenakan peristiwa inilah, maka Alloh Subhanahu wa Ta'ala menurunkan al-Qur’an surat al-Anfaal: 30.

Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam memanfaatkan kesempatan tersebut untuk segera pergi menuju kediaman Abu Bakar Radhiyallahu Anhu, kemudian belaiu bersama Abu Bakar Radhiyallahu Anhu pun segera pergi berhijrah meninggalkan kota Makkah sebelum fajar tiba. Kejadian ini berlangsung pada tanggal 27 safar tahun 14 kenabian, Beliau beserta Abu Bakar pergi menuju Goa Tsur sebagai tempat persembunyian sementara dan mereka berdua singgah di dalamnya selama tiga hari. Adapun di saat yang sama orang-orang kafir itu masih terus memantau rumah rasul hingga menjelang tengah malam. Namun usaha mereka sia-sia belaka, mereka tidak juga melihat Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam keluar dari rumah. Akhirnya, mereka penasaran dan mengintip ke dalam rumah Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam . Mereka melihat seseorang yang sedang tidur dan menyangka bahwa itu adalah Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam , padahal ia adalah ‘Ali bin Abi Tholib Radhiyallahu Anhu. Mereka berkata: “Demi Alloh! Sesunngguhnya itu adalah Muhammad yang sedang tidur dan masih memakai burdahnya”.

Mereka pun tetap menunggu hingga pagi hari sampai ‘Ali Radhiyallahu Anhu bangun dari tidurnya, melihat hal itu merekapun langsung menangkap ‘Ali Radhiyallahu Anhu yang mereka kira adalah Muhammad, ternyata mereka salah dan telah tertipu. Mereka akhirnya bertanya kepada ‘Ali Radhiyallahu Anhu perihal Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam , ‘Ali Radhiyallahu Anhu menjawab: “Aku tidak mengetahui tentangnya (kemana perginya). (lihat Sofiyurrahman al-Mubarokfuri, Rohiqul Makhtum).

Ketika kafirin Qurasiy menyadari Rosululloh Shallallahu Alaihi wa Sallam telah pergi, merekapun mencarinya ke seluruh pelosok kota Makkah, mengirim utusan untuk mencari sepanjang jalan, bahkan diiklankan dengan bayaran 100 ekor Unta bagi yang dapat menemukan Muhammad, hidup atau mati. (lihat ibnu al-Qayyim, Zaadul Ma’ad, jilid 3, hal. 54).

Faidah Siroh: Dari penggalan kisah ini kita bisa melihat betapa beratnya perjuangan dan pengorbanan Rosululloh dan sahabatnya dalam menghadapi permusuhan kaum musyrikin yang sangat dahsyat, dan momentum hijrah ini adalah awal kebangkitan Islam Sejati setelah selama 13 tahun Islam mengalami masa ghurbah (keterasingan) dan ditindas secara zalim oleh musyrikin Makkah.Hijrah adalah titik awal berdirinya Negara Islam pertama di Madinah, yang berarti peralihan dari masyarakat jahiliyah menuju masyarakat Islami. Dan kenyataan-kenyataan tersebut bisa kita lihat pada kisah-kisah Sirah Nabawiyah selanjutnya yang insya Alloh akan dibahas pada edisi berikutnya.

KEDUDUKAN TAUHID

KEDUDUKAN TAUHID

إِنَّ الْحَمْدَ ِللهِ، نَحْمَدَهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه



يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ .



يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَآءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا.



يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا.



فإنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَشَرَّ اْلأُمُوْرِ مُحَْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ



Tentang keagungan dan keutamaannya yang besar, dapat kita selami dari penjelasan berikut:

1. Tauhid merupakan tujuan penciptaan manusia.

AllohSubhanahu Wata’alaberfirman, yang artinya :



“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku saja.”(QS. adz-Dzariyat [51]: 56)



2. Alam semesta tegak di atas tauhid.

AllohSubhanahu Wata’alaberfirman, yang artinya :



“Sekiranya ada di langit dan di bumi ilah-ilah selain Alloh, tentulah keduanya itu telah rusak binasa. Maka Maha Suci Alloh yang mempunyai ‘arsy (singgasana) dari apa yang mereka sifatkan.”(QS. al-Anbiyâ’[21]: 22)



3. Siapa yang berbuat syirik dan meninggalkantauhid, maka akan kekal di neraka.

AllohSubhanahu Wata’alaberfirman, yang artinya :





“Sesungguhnya siapa yang mempersekutukan sesuatu dengan Alloh, niscaya Alloh mengharamkan baginya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zholim itu seorang penolong pun.” (QS. al-Mâ’idah [5]: 72)





4. AllohSubhanahu Wata’ala tidak mengampuni dosa syirik, bila pelakunya mati sebelum bertaubat.

“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan Alloh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. an-Nisâ’ [4]: 48)



5. Siapa yang memegang tauhid dan tidak berbuat syirik, pada akhirnya akan masuk surga, sebesar apapun dosanya.

RosulullohShallallahu ‘Alaihi Wasallambersabda:

“Seorang laki-laki dari umatku dipanggil di hadapan para makhluk pada hari kiamat.Kemudian ditampakkan kepadanya sembilan puluh sembilan lembar catatan(amal perbuatan). Setiap lembarnya sejauh mata memandang. Kemudian dikatakan padanya: ‘Apakah engkau mengingkari ini?’. Ia berkata: ‘Tidak, wahai Robb!’. Lalu dikatakan: ‘Apakah engkau memiliki suatu kebaikan?’. Maka laki-laki itupun tertunduk karena haibah(keagungan Alloh) sambil berkata: ‘Tidak wahai Robb!’. Maka dikatakan: ‘Tidak demikian. Karena engkau masih memiliki kebaikan di sisi Kami, dan kamu tidak akan dizholimi!’. Maka dikeluarkan untuknya sebuah bithoqoh(kartu amal) yang di dalamnya ada kesaksian ‘Asyhadu an Lâ Ilâha illallohwa Asyhadu anna Muhammadar RosûlullohShallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka orang itu berkata: ‘Wahai Robbku, apakah artinya bhitoqohseperti ini?’. Maka dikatakan kepadanya: ‘Kamu pada hari ini tidak akan dizholimi.’ Kemudian sembilan puluh sembilan lembar catatan tersebut diletakkan dalam satu sisi timbangan dan dalam sisi yang lain, maka bhitoqohitupun lebih berat.” (HR. Tirmidzi dan Hâkim)



6. Tauhid merupakan sebab utama terhapusnya dosa-dosa.

Dalam hadits Qudsi, Alloh Subhanahu Wata’ala berfirman:



((يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ اْلأَرْضِ خَطاَياَ ثُمَّ لَقِيْتَنِي لاَ تُشْرِكْ بِي شَيْئاً لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً))



“Wahai anak cucu Adam, seandainya engkau datang menemui-Ku dengan membawa kesalahan (dosa) sepenuh bumi namun dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatupun (tidak syirik kepada-Ku), niscaya Aku akan menemuimu dengan membawa magfiroh (ampunan) sepenuh bumi pula!” (HR. Tirmidzi)

7. Barangsiapa yang tauhidnya tidak tercemar dengan kesyirikan sedikitpun maka dia termasuk orang-orang yang mendapat hidayah dan keamanan dari AllohSubhanahu Wata’ala. Allah Subhanahu Wata’ala Berfirman :



“Orang-orang yang beriman dan tidak mencemari keimanan mereka dengan kesyirikan, mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan hidayah.”(QS. al-An'am [6]: 82)



8. Tauhid adalah hak Alloh Subhanahu Wata’ala yang paling besar.



Rosululloh Shallallahu ‘Alaihi Wasallampernah bersabda kepada Mu’adz bin JabalRadhiyallahu ‘Anhu :

(( يَا مُعَاذُ أتَدْرِي ما حَقُّ اللهِ عَلَى العِبَادِ وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ قُلْتُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ قَالَ حَقُّ اللَّهِ عَلَى الْعِبَادِ أَنْ يَعْبُدُوهُ وَلاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللَّهِ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا ))



“Wahai Muadz, tahukah engkau, apakah hak Alloh atas para hamba-Nya dan apa hak para hamba atas Alloh?' Maka Mu’adz menjawab: ‘Alloh dan Rosul-Nya yang lebih tahu.’ Lalu beliau bersabda: ‘Hak Alloh atas para hamba-Nya adalah hendaknya mereka menyembah kepada-Nya semata dan tidak menyekutukan-Nya, sedangkan hak para hamba terhadap Alloh adalah bahwa Dia tidak akan menyiksa siapa saja yang tidak menyekutukan-Nya’.” (HR. Bukhori dan Muslim)





-Yang pertama kali diserukan para nabi kepada kaumnya adalah tauhid.

Alloh Subhanahu Wata’ala berfirman:



“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rosul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): ‘Sembahlah Alloh (saja), dan jauhilah Thoghut itu’…” (QS. an-Nahl [16]: 36)



-Tentang Nabi Nuh ‘Alaihi Salam,Alloh Subhanahu Wata’ala berfirman:



“Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya lalu ia berkata: "Wahai kaumku sembahlah Alloh, sekali-kali tidak ada ilah bagi kalian selain-Nya." Sesungguhnya aku takut jika kalian ditimpa adzab pada hari yang besar (kiamat).” (QS. al-A’rof [7]: 59)

Demikian pula para nabi dan rosul-Nya yang lain, yang pertama kali mereka serukan adalah tauhid.



أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ





Khutbah Kedua



إِنَّ الْحَمْدَلِلَّهِ، نَحْمَدَهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئاَتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

Dari paparan di atas, sangat jelas sekali demikian agung dan pentingnya kedudukan tauhid dalam Islam dan demikian sangat berbahaya pelanggarannya, yaitu syirik. Bahkan seluruh ritual peribadatan dalam Islam adalah realisasi dari tauhid itu sendiri, dan tujuannya pun harus tauhid!

Jika tidak demikian, maka sia-sialah seluruh peribadatan tersebut! Na’udzubillah!

Demikianlah khutbah pada kesempatan hari ini. Mudah-mudahan kita bisa mengambil manfaatnya dan mampu meninggalkan dunia sihir yang sarat penuh dengan kekufuran dan kesyirikan kepada Alloh Subhanahu Wata’ala .



إنّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلىَ آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ وَ بَارِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَّجِيْدٌ

رَبَّناَ اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْواَنِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِي قُلُوْبِنَا غِلاَّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ

رَبَّنَا لاَ تُؤَاخِذْنَآ إِن نَّسِينَآ أَوْ أَخْطَأْنَا رَبَّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَآ إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِنَا رَبَّنَا وَلاَ تُحَمِّلْنَا مَالاَطَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنَّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَآ أَنتَ مَوْلاَنَا فَانصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

وَآخِرُ دَعْوَانَا الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

TAUHID ULUHIYYAH II

Wujud nyata Tauhid adalah: memahaminya dan berusaha untuk mengetahui hakikatnya serta melaksanakan kewajibannya, baik dari sisi ilmu maupun amalan, hakikatnya adalah mengarahkan ruhani dan hati kepada Allah baik dalam hal mencintai, takut (khouf), taubat, tawakkal, berdoa, ikhlas, mengagunggkan-Nya, membesarkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Kesimpulannya tidak ada dalam hati seorang hamba sesuatupun selain Allah, dan tidak ada keinginan terhadap apa yang Allah tidak inginkan dari perbuatan-perbuatan syirik, bid’ah, maksiat yang besar maupun kecil, dan tidak ada kebencian terhadap apa yang Allah perintahkan. Itulah hakikat tauhid dan hakikat Laa Ilaaha Illallah

Tauhid uluhiyyahmengandung tiga masalah pokok, yaitu:

1) Nusuk,

2) Hakimiyyah, dan

3) al-Wala’ wa al-bara’.

Tauhid uluhiyyah dalamNusuk; yang dimaksud dengan nusuk adalahpraktek-praktek peribadatan seperti shalat, do`a, qurban, haji, nadzar dan sebagainya.Semua praktek-praktek peribadatan tersebut harus sepenuhnya dipersembahkan hanya kepada Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.

Barangsiapa memberikan salah satu peribadatan tersebut, atauseluruhnya kepada selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–, maka orang itu telah mengerjakan perbuatan syirik yang besar sekali.

قُلْ إِنَّ صَلاتِيوَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Katakanlah: "Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. al-An’aam (6): 162)

لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَامَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلا يُنَازِعُنَّكَ فِي الأمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَإِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ

“Bagi tiap-tiap umat telah Kami tetapkan syari’at tertentu yang mereka lakukan, maka janganlah sekali-kali mereka membantah kamu dalam urusan (syari’at) ini dan serulah kepada (agama) Rabbmu. Sesungguhnya kamu benar-benar berada pada jalan yang lurus.” (QS. al-Hajj (22): 67)

Tauhid uluhiyyah dalam Hakimiyyahadalah mengakui bahwa hanyaAllah-lah yang berhak membuat berbagai hukum, baik hukum-hukum peribadatan maupunhukum-hukum keduniawian. Hanya hukum-hukum Allah-lah yang harus diterapkan dan ditegakkan di seluruh dunia.

Barangsiapa yang menolak hukum Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– atau menggantikan hukum-hukum-Nya denganundang-undangbuatan makhluk, menerapkan hukum-hukum buatan makhluk dan meninggalkan hukum-hukum-Nya, maka orang tersebut telah jatuh dalam kesyirikan yang besar.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Barangsiapa yang tidak menghukum menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir.” (QS. al-Maaidah (5): 44)

اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْوَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَاأُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لا إِلَهَ إِلا هُوَ سُبْحَانَهُعَمَّا يُشْرِكُونَ

“Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah, dan demikian juga dengan al-Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Ilah Yang Maha Esa; tidak ada Ilah (yang berhak disembah) selain Dia, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. at-Taubah (9): 31)

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُشَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ وَلَوْلا كَلِمَةُالْفَصْلِ لَقُضِيَ بَيْنَهُمْ وَإِنَّ الظَّالِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌأَلِيمٌ

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyari’atkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (QS. asy Syuuraa (42): 21)

"Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan sebelum-mu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: "Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul", niscaya kamu lihat orang-orang munafik itu menghalangi (manusia) dari (mendekati) kamu dengan sekuat-kuatnya. Maka bagaimanakah halnya, apabila mereka ditimpa sesuatu musibah disebabkan perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian mereka datang kepadamu seraya bersumpah: "Demi Allah, sekali-kali kami tidak menghendaki selain penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna."." (QS.An-Nisa'(4):60-62)

"Dan apabila dikatakan kepada mereka (orang-orang munafik): "Janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi)", mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan." (QS.Al-Baqarah (2):11)

"Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya …" (QS.Al-A'raf (7): 56)

"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki; dan tidak ada yang lebih baik hukumnya daripada Allah bagi orang-orang yang yakin?" (QS.Al-Ma'idah (5): 50)

Diriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Amr Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Tidaklah beriman (sempurna) seseorang diantara kamu, sebelum keinginan dirinya menuruti apa yang telah aku bawa (dari Allah)." (Kata An-Nawawi: "Hadits shahih kami riwayatkan dari kitab Al-Hujjah dengan sanad shahih).

Asy-Sya'bi menuturkan: "Pernah terjadi pertengkaran antara seorang munafik dan seorang Yahudi. Berkatalah orang Yahudi itu: "Mari kita berhakim kepada Muhammad", karena ia mengerti bahwa beliau tidak mengambil risywah (sogok). Sedangkan orang munafik itu berkata: "Mari kita berhakim kepada orang-orang Yahudi", karena ia tahu bahwa mereka mau menerima risywah. Maka bersepakatlah keduanya untuk datang berhakim kepada seorang dukun di Juhainah. Lalu turunlah ayat: "Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang mengaku …" dst. (Diriwayatkan Ibnu Jarir Ath-Thabari dalam kitab tafsirnya)

Ayat-ayat dan Hadits-hadits di atas memberikan gambaran kepada kita semua bahwa:

1. Kita wajib berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, dan menerima hukum keduanya dengan ridha dan tunduk. Barangsiapa yang berhakim kepada selainnya, berarti berhakim kepada thaghut, apapun sebutannya. Dan menunjukkan kewajiban mengingkari thaghut serta menjauhkan diri dan waspada terhadap tipu daya syaitan. Menunjukkan pula bahwa barangsiapa diajak berhakim dengan hukum Allah dan Rasul-Nya haruslah menerima; apabila menolak maka dia adalah munafik, dan apapun dalih yang dikemukakan seperti menghendaki penyelesaian yang baik dan perdamaian yang sempurna bukanlah merupakan alasan baginya untuk menerima selain hukum Allah dan Rasul-Nya. Dan ayat ini membantu untuk memahami pengertian thaghut.
2. Barangsiapa yang mengajak berhukum kepada selain hukum yang diturunkan Allah maka ia telah berbuat kerusakan yang sangat berat di muka bumi, dan dalih mengadakan perbaikan bukan alasan sama sekali untuk meninggalkan hukum-Nya; menunjukkan pula bahwa orang yang sakit hatinya akan memutarbalikkan nilai-nilai, dimana yang haq dijadikan bathil dan yang bathil dijadikan haq.
3. Barangsiapa yang mengajak berhukum kepada selain hukum Allah maka ia telah berbuat kerusakan yang sangat berat di muka bumi; dan menunjukkan bahwa perbaikan di muka bumi adalah dengan menerapkan hukum yang diturunkan Allah.
4. Orang yang menghendaki selain hukum Allah, berarti ia menghendaki hukum Jahiliyah.
5. Pengertian iman yang benar dan iman yang palsu. (Iman yang benar yaitu berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah serta menerima hukumnya dengan tunduk dan ridha. Dan iman yang palsu yaitu mengaku beriman tetapi tidak mau berhakim kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah, bahkan berhakim kepada thaghut).
6. Seseorang tidak akan beriman (sempurna dan benar) sebelum keinginan dirinya mengikuti tuntunan yang dibawa oleh Rasulullah- Shallallahu 'alaihi wa sallam-.

TAUHID ULUHIYYAH I

TAUHID ULUHIYYAH I

Tauhid uluhiyyah adalah mempersembahkan seluruh peribadatan hanya kepada Allah –Subhānahuwa Ta’ālā–. Dengan kata lain, adalah pengesaan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā– dalam peribadatan. Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–menegaskan bahwa Ia mengutus para rasul kepada manusia untuk mengingatkan mereka agar beribadah kepada-Nya semata.

وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدُونِ

“Dan Kami tidak mengutus seorang rosul sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya tidak ada Ilah (yang hak) melainkan Aku, maka beribadahlah kalian hanya kepada-Ku.”(QS. al-Anbiyaa (21): 25)

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ مَا أُرِيدُ مِنْهُمْ مِنْ رِزْقٍ وَمَا أُرِيدُ أَنْ يُطْعِمُونِ

“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah hanya kepada-Ku. Aku tidak menghendaki rezki sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki mereka memberi Aku makan.” (QS. adz-Dzaariyaat (51): 56-57)

وَاعْبُدُوا اللَّهَ وَلا تُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا

"Beribadahlah kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.”(QS. an-Nisaa’ (4):36)

Hakikat ibadah adalah mengesakan Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–dengan segala macam bentuk penghambaan seperti do’a, shalat, shaum, qurban, nadzar, serta berbagai macam ibadah. Itulah makna ‘Laa Ilaaha Illallah’ yang berarti tidak ada yang berhak disembah selain Allah –Subhānahu wa Ta’ālā–.

Kewajiban yang pertama bagi orang-orang yang ingin menganut Islam adalah mengikrarkan dua kalimah syahadat. Jadi, jelaslah bahwa Tauhid uluhiyah adalah maksud atau intisari utama dari dakwah para rasul yang diutus. Dikatakan demikian karena uluhiyah adalah sifat Allah yang ditunjukkan oleh nama-Nya, “Allah”, yang artinya dzul uluhiyah(yang memiliki uluhiyah).Juga disebut “tauhid ibadah”, karena ubudiyah adalah sifat ‘abd (hamba) yang wajib menyembah Allah secara ikhlas, karena ketergantungan mereka kepadanya.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ketahuilah, kebutuhan seorang hamba untuk menyembah Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatupun, tidak bisa dibandingkan dengan apa pun juga, tetapi dari sebagian sudut mirip dengan keperluan jasad kepada makanan dan minuman. Akan tetapi di antara keduanya ini terdapat perbedaan mendasar. Karena hakikat seorang hamba adalah hati dan ruhnya, ia tidak dapat bergantung kecuali kepada Allah yang tiada Tuhan melainkan Dia. Ia tidak bisa mendapatkan ketenangan di dunia ini kecuali dengan mengingat-Nya. Seandainya hamba memperoleh kenikmatan dan kesenangan tanpa Allah, maka hal itu tidak akan berlangsung atau bertahan lama, tetapi pasti akan berpindah-pindah dari suatu subjek kepada subjek yang lainnya. Adapun Tuhannya maka Dia diperlukan setiap saat dan setiap waktu, di mana pun ia berada maka dia selalu bersamanya.” (Majmu’ Fatawa, 1/24)

Tauhid ini adalah inti dakwah para rasul, karena ia adalah asas dan dasar perlaksanaan segala amalan. Tanpa merealisasikannya, semua amal ibadah tidak akan diterima. Karena seandainya ia tidak ada, maka akan muncullah lawannya, yaitu kesyirikan. Sedangkan Allah berfirman:

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik (mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun), dan akan mengampunkan dosa selain dari itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan sesiapa yang berbuat syirik (mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun), maka Sesungguhnya ia telah melakukan dosa Yang besar.(QS.An-Nisa’ (4): 48)

Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan akan mengampuni dosa selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan siapa yang berbuat syirik, maka Sesungguhnya ia telah sesat Dengan kesesatan Yang amat jauh. (QS.An-Nisa’ (4): 116)

Dan Sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu (Wahai Muhammad) dan kepada Nabi-nabi yang sebelummu : Sesungguhnya! jika engkau (dan pengikut-pengikutmu) mempersekutukan (sesuatu yang lain dengan Allah) tentulah akan gugur amalmu, dan engkau akan tetap menjadi dari orang-orang yang rugi. (QS.Az-Zumar (39): 65)

Dan tauhid ini adalah kewajiban pertama seluruh hamba. Allah berfirman:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan, supaya engkau tidak menyembah melainkan kepada-Nya semata-mata, dan hendaklah engkau berbuat baik kepada ibu bapa sebaik-baiknya… (QS.Al-Isra’ (17): 23)

Katakanlah: "Marilah, supaya aku bacakan apa yang telah diharamkan oleh Tuhan kamu kepada kamu, yaitu janganlah kamu sekutukan Allah dengan sesuatu apa pun; dan hendaklah (kamu) berbuat baik kepada ibu bapa… (QS.Al-An’am (6): 151

Manusia tidak boleh memalingkan sedikit pun ibadahnya kepada selain Allah, tidak kepada malaikat, kepada para Nabi dan tidak juga kepada para wali yang sholeh dan tidak kepada siapa pun makhluk yang ada. Karena ibadah tidak sah kecuali jika untuk Allah, maka siapa yang memalingkannya kepada selain Allah dia telah berbuat syirik yang besar dan semua amalnya gugur.

Kesimpulannya adalah seseorang harus berlepas diri dari penghambaan (ibadah) kepada selain Allah, menghadapkan hati sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Tidak cukup dalam tauhid sekedar pengakuan dan ucapan syahadat saja jika tidak menghindar dari ajaran orang-orang musyrik serta apa yang mereka lakukan seperti berdoa kepada selain Allah misalnya kepada orang yang telah mati dan semacamnya, atau minta syafa’at kepada mereka (orang-orang mati) agar Allah menghilangkan kesusahannya dan menyingkirkannya, dan minta pertolongan kepada mereka atau yang lainnya yang merupakan perbuatan syirik.