Senin, 26 April 2010

MEMPERTANYAKAN REVOLUSI HIZBUT TAHRIR INDOENSIA

revolusi

revolusi


Pemuda sebagai agent of change. Itu jargon yang sejak alam kita gulirkan pada awal reformasi dahulu. Banyak hal yang perlu kita ulang kembali guna sebagai bahan ajar bagi para pejuang.

Revolusi sering kali kita dengar dari berbagai element yang mengatas namakan perubahan. Baik dari kelompok kiri sampai kelompok kanan mentok. Akhir-akhir ini yang sering kita dengar adalah dari salah satu element HTI (Hizbut Tahrir Indonesia). HTI sebagai gerakan islam (Harokah islamiyah) yang bergerak diluar struktur dan system yang ada di Negara bangsa ini. Perannya sangat membuat kita bingung. Kenapa saya menyebutnya begitu.Bukan dilatarbelakangi akan tidak suka pada gerakan ini. Melainkan saya mencoba otokritik terhadap sebuah gerakan berbasis massa dan berjargon revolusi.

Definisi revolusi adalah sebuah perubahan yang yang dilakukan dengan segenap upaya dan memenuhi unsure dan merubah semua system yang sebelumnya ada (status quo). Banyak sekali definisi, yang mungkin tidak akan saya sebutkan satu-satu karena keterbatasan bahasan kita. Intinya gerakan revolusi adalah gerakan yang frontal dan tanpa kompromis. Ibaratnya jika kita membalik telapak tangan dan itu secara frontal.

Banyak sudah peristiwa di dunia ini bisa menjadikan kita belajar padanya. Gerakan (harokah islamiah) dewasa ini cukup marak, semenjak terinspirasi dari gerakan revolusi Iran pada tahun 70an. Gerakan itu bisa menyulut api semangat kaum muslimin kususnya di Asia.

HTI adalah sebuah harokah islamiyah yang berbasis massa dan mempunyai system kaderisasi yang bagus. Para kadernya militant dan tidak diragukan loyalitanya. Mereka mempunyai semangat (hamasah) yang luar biasa, dan itu dilandasi karena tujuan yang satu untuk menegakkan syariat. Isue syariat pada gerakan itu menjadi sebuah pemersatu dan juga daya jual bagi kaum muslim lain terhadap gerakan (organisasi) mereka. Banyak gerakan yang ada di dunia atau khususnya di Indonesia yang kurang mendapat simpati dari kaum muslim karena system ekslusifitasnya. Selama beberapa tahun dari sebelum revolusi fisik 1945 sampai paska gerakan (oraganisasi dakwah lainnya) seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dsb cenderung bergelut dan bergerak dari masalah budaya dan sampai gesekan pada taraf kilafiah. Akan tetapi gerakan ini tidak sempat menyinggung masalah revolusi dan peruabahn secara frontal. Mereka paling tidak, kooperatif terhadap Negara Bangsa. Karena mememang secara akar gerakan mereka telah terbangun sejak lama sebelum revolusi fisik 1945 guna tegakknya kedaulatan bangsa dengan bermacam kepentingannya. Sedangkan gerakan (harokah) paska kemerdekaan dipengaruhi dari gerakan (harokah) lain diluar Negara bangsa Indonesia. Semangat mereka juga tidak di landasi akan persatuan dan keutuhan bangsa. Melainkan bersifat idiologis transcendent. Yang nantinya akan menuju pada final idea yaitu Negara tanpa wilayah kenegaraan (universal state).

Sebenarnya teori ini jauh-jauh hari sudah di opinikan oleh para marxis, ketika semangat revolusi rusia 1917 oleh partai bonselvik dan pemimpin Lenin. Lenin mencoba mematerialkan teori Marx pada tanah Rusia. Hingga tumbangnya kekaisaran Tsar Nicolas II. Tsar tumbang maka dimulailah masa gerakan (komunisme) walau pada akhirnya banyak sekali penyimpangan nilai Marxis di Negara ini. Termasuk pecahnya partai bonselvis dengan partai monselvis.

Kita bisa belajar dari peristiwa itu sejauh kita mau mempelajari. Banyak yang mengatakan sejarah didunia ini akan terulang seperti putaran waktu yang mengulang setiap detik peristiwa. Gerakan islam memang tidak terlepas dari unsur kekuasaan dan kekayaan yang menjadi orientasi. Paska khulafaur rosidin juga sudah terjadi fitnah yang besar terhadap umat islam. Bahkan nilai kekholifahan sendiri tercemari dengan terbunuhnya para kholifah Karena kekuasaan. Paska Meninggalnya Nabi Muhammad saw kepemimpinan ummat islam menjadi incaran para sahabat Muhajirin dan Anshor. Bukannya saya ingin menyalahkan mereka, tetapi pola ini terulang hingga beberapa ratus tahun kemudian setelah terbangunnya kerajaan Dinasti Ummayah dan dinasti Abbasiyah. Hal ini sebenarnya adalah nilai dan bentuk yang wajar dari keingingan manusia yang cinta pada kekuasaan dan kekayaan. Tidak ada manusia yang tidak menginginkan hal itu. Kita bisa lihat ketika perang Uhud di jaman Rosul saw. Para pasukan pemanah yang ditugasi Rosul untuk berjaga di bukit Uhud ternyata turun gunung dan tidak mematuhi perintah Rosul saw karena mereka khawatir tidak dapat bagian dari Gonimah (rampasan perang). Hingga akhirnya pasukan muslimin terdesak mundur dan terjadi kekalahan yang menyakitkan.

Dari bebrapa pelajaran yang telah kita cari hikmanya tadi sering kali kita menjustifikasi bahwa kita akan membuat perubahan dengan atau tanpa berkaca pada peristiwa dan sejaran dunia yang terjadi.

Kembali pada gerakan HTI yang cenderugn mengumbar aurat revolusi pada Negara bangsa bernama Indonesia adalah hal yang sangat kita pertanyakan. Kenapa begitu? Ada beberapa hal yang perlu kita pertanyakan, antara laian.

  1. apakah dengan adanya jargon revolusi menuju para penerapan syariat itu sudah tersistematika dengan baik? Atau Cuma jargon dan nilai Hegelian yang cenderung dianggap utopis oleh para kaum intelektual islma? Kenapa saya bilang begitu ideology adalah sebuah keniscahyaan akan tetapi jika ideology itu tidak pernah bermaterial maka ideology itu hanya berbentuk draf nilai yang kosong tanpa ruh. Karen asyariat pada dasarnya dalah nilai yang sangat universal dan itu masih perlu di kjai dan dibedah dengan pisau. Ibaratnya tetu nanti kit aakan berhadapan dengan masalah enerapan madzan dan fiqih. Hal ini nantinya juga akan menjadi maslah baru. Apaka itu bisa kita atasi jikalau revolusi itu berhasil?

  2. Revolusi itu perlu beberpa element dan indicator pendorongnya. Perlu kita berkaca pada beberapa Negara yang sudah berhasil melakukan revolusi. Banyak yang yang perlu kita kuasai, antara lain penguasaan terhadap birokrasi, militer, para kaum bawah (grass root) bisa diwakili oleh para petani buruh dan para miskin kota. Kemudian juga perlu dipersiapkan adalah partai politik. Kenapa saya bilang system kepartain diperlukan? Karena sitem keparta adalah system dam politik baik frontal maupun gradual yang sangat penting. Karena dalam system ini terorganisir ideoloig perjuangan dan maslah yang berkaitan dengan kebijakan.

  3. Adanya tahapan yang jelas dari proses revolusi, tentu saja berkaitan dengan poin nomer dua tadi. Sedangkan HTI apa sudah pernah mempersiapkan tahapan demi tahapan guna berlangsungnya proses revolusi itu?? Selama ini kita hanya melihat Cuma penyediaan “Iron stock” saja yang cenderung membangun kader tanpa penggalangan massa. Sedangkan masalah penggalangan masa dan pengopinian terhadap perlawanan itu sangat diperlukan dalam proses revolusi. Itu point yang dilewatkan oleh para pengurus HTI

Mungkin empat pertanyaan saya tadi sudah cukup membuat dahi kita berkerut dan bibir kita tersenyum. Bahwa sangat kurang sekali apa yang telah dilakukan HTI dalam rangka menggalang reolusi. Mungkin perlu puluhan tahun bahkan ratusan tahun untuk mendorong terciptanya revolusi, tentu saja harus dibenahi beberapa aspek kekurangan tadi.

Karena banyak hal yang perlu kita siapkan, tidak sekedar semangat tanpa tahapan yang jelas. Karena dalam perjuangan no-kooperatif tipe HTI juga perlu di pertimbangkan sejauh mana memposisikan diri sebagai gerakan non-kooperatif. Karena sangat beresiko dan sangat tidak menguntungkan jika kita telah menjaga jarak dan mengklaim diri sebagai gerakan yang anti terhadap pemerintah dan bahkah Negara Bangsa. Artinya gerakan macam ini akan membentur tembok dan mati sia-sia tanpa hasil. Walau pada hakekatnya hasil tidak menjadi tujuan utama karena yang dinilai adalah prosesnya. Akan tetapi hanya orang bodoh yang tidak merencanakan keberhasilan, perenacanaan tanpa pertimbangan adalah sama dengan merencanakan kegagalan. Itulah sebabnya kita menjadi orang muslim yang harus pintar dari berbagi segi.

Mungkin sebaiknya HTI mau memformat ulang tipe gerakan mereka dan membenahi beberapa yang telah kita singgung tadi. Masih banyak mungkin yang berlu saya sampaikan, akan tetepi karena keterbatasan page di bulbod ini mungkin bisa saya tuliskan ulang dalam lain waktu. Tulisan ini hanya sebagai bentuk OTOKRITIK tidak bermaksud untuk menjatuhkan dan menyalahkan. Karena masih perlu sebuah harokah kita pelajari dan kita lihat potensi yang ada untuk kita kembangkan menjadi agent perubah.

Salam Para Pemikir

Tidak ada komentar:

Posting Komentar