Rabu, 07 Maret 2012

NGAJI HIKAM (Sumber Inayah) Menyambut Maulid Nabi Muhammad saw.


NGAJI HIKAM (Sumber Inayah)
Menyambut Maulid Nabi Besar Muhammad saw.

Asy-Syeikh Al-Imam Al-Arif Billah, Abi Fadil Tajuddin Ahmad bin Muhammad bin Abdul Karim Ibnu Athaillah Al-Assakandary Radliyallaahu ‘Anhu berkata:

Allah mengetahui bahwa sesungguhnya seorang hamba sangat ingin mengetahui tetang kenyataan rahasia “Inayah”, maka Allah berfirman: “Allah menentukan rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya”. QS:3/74. dan Allah mengetahui apabila mereka dibiarkan begitu saja dengan apa yang sudah dipahami, mereka akan meninggalkan amal dan bergantung kepada kehendak azali, maka Allah berfirman: “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dari orang-orang yang berbuat baik”. QS:7/56.

Merupakan tugas pokok seorang Kholifah Bumi adalah bagaimana fungsi hidupnya mampu menebarkan rahmat Allah Ta’ala di muka bumi. Dalam arti menyampaikan rahman – rahim Allah Ta’ala kepada bumi dan isinya melalui karakter pengabdian yang dijalani, memancarkan Nur Allah Ta’ala melalui sinar wajah yang sejuk cerminan hati yang suci dan bersih, membangun sendi-sendi kehidupan melalui amal bakti dan pengabdian hakiki, menyampaikan inayah Allah Ta’ala kepada yang berhak melalui inayah yang telah didapatkan, menyampaikan pertolongan Allah Ta’ala kepada yang berhak medapatkan melalui pertolongan yang telah diturunkan, bahkan mengirimkan inspirasi dan ilham kepada hati melalui inspirasi dan ilham yang sudah tersimpan dalam perbendaharaan diri pribadi, akhirnya mendatangkan hajat kebutuhan umat, baik yang lahir maupun batin dari perbendaharaan ghaib yang tersimpan di sisi-Nya melalui do’a dan munajat yang dipanjatkan setiap petang dan pagi. Untuk itulah Rasulullah Muhammad saw diutus di muka bumi, maka melalui pelaksanaan akhlakul karimah yang terpancarkan oleh prilaku Beliau, rahmat Allah Ta’ala menyebar keseluruh alam semesta.

Rasulullah Muhammad saw diutus di muka bumi ini bukan sekedar untuk membawa agama baru supaya agama lama hilang, namun dengan agama baru itu beliau telah mengemas kasih sayang. Hal itu dilakukan supaya kehidupan makhluk di muka bumi menjadi aman, makmur dan bahagia baik di dunia maupun di akhirat. Allah Ta’ala menegaskan dengan firman-Nya

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ – الأنبياء:21/107

Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. QS:21107

Itulah rahasia fungsi kekholifahan khusus yang dikhususkan bagi baginda Nabi SAW. yakni melalui nubuwah dan risalah yang diemban, beliau telah menebarkan rahmat Allah Ta’ala kepada alam semesta.

Oleh karena manusia adalah sumber tenaga dan pengelola potensi kehidupan bumi, maka dengan agama yang dibawa, manusia terlebih dahulu harus menjadi baik, baik perangai maupun amal perbuatan, dengan itu supaya kehidupan secara keseluruhan menjadi baik pula, karena apabila manusia jelek maka kehidupan juga akan menjadi rusak. Allah Ta’ala menjelaskan dengan firman-Nya:

ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ – الرم:30/41

Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). QS:30/41.

Supaya di muka bumi tidak terjadi kerusakan dan juga supaya manusia tidak menanggung akibat kerusakan tersebut, maka manusia terlebih dahulu harus dibuat menjadi baik, terutama hatinya, untuk itulah agama diturunkan dan seorang Nabi, baik sebagai pemimpin (qudwah) maupun sebagai panutan (uswah), diutus di tengah-tengah manusia. Apabila manusia hatinya telah menjadi baik maka seluruh angota tubuhnya akan menjadi baik yang selanjutnya kehidupan di muka bumi akan menjadi baik pula.

Sejak terutusnya baginda Nabi saw. sampai sekarang sejarah telah membuktikan, dari tanah tandus dan gersang telah menyebar kemakmuran ke segenap pelosok dunia, baik kemakmuran aspek jasmani maupun ruhani. Bahkan kehidupan manusia di seluruh belahan bumi ini, secara lahir hampir-hampir ditopang oleh hasil bumi yang dikeluarkan dari tempat dimana saat itu baginda Nabi saw menjalankan aktifitas hidup dan pengabdian. Itulah sunnah yang ada, bahwa keberkahan Allah Ta’ala yang tersimpan di dalam perbendaharan ghaib telah mampu tergali dan dipancarkan kepada alam lahir melalui rahasia keberkahan hati dan akhlakul karimah yang agung.

Hanya Rasulullah Muhammad saw. yang mampu melakukan karena baginda Nabi saw. adalah seorang kholifah bumi sepanjang zaman. Beliau tidak diutus hanya untuk suku bangsanya sendiri sebagaimana para rasul dan para Nabi terdahulu, melainkan untuk manusia secara keseluruhan. Oleh karenanya, bahkan sebelum kelahirannya, Baginda Nabi saw. telah dijadikan wasilah di dalam do’a-do’a yang dipanjatkan oleh orang-orang yang menunggu kedatangannya, walau ketika beliau telah berada di tengah-tengah mereka, sebagian besar orang yang menunggu itu malah mengingkari kenabian yang diemban, bahkan sampai sekarang. Karena hanya sedikit orang yang benar-benar mengenali fungsi kekholifahan itu, maka jarang orang yang mampu memanfaatkan untuk kepentingan hidupnya sendiri.

Kebesaran dan kekhususan Anugerah tersebut tergambar dari pernyataan Allah Ta’ala, bahwa Allah SWT. telah mencurahkan rahmat dan keselamatan kepada beliau dan kemudian para malaikat-Nya, selanjutnya orang-orang beriman diperintah untuk menggapai Anugera Agung itu melalui membaca sholawat kepada Baginda Nabi. Allah SWT. berfirman:

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا – الأحزاب:33/56

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. QS:33/56.

Adakah Amugerah yang lebih besar dari itu, satu-satunya pernyataan Rabbul Alamin yang tidak pernah diberikan kepada siapapun selain Beliau , bahkan sekalipun kepada para Malaikat. Rasululllah Muhammad saw. adalah satu-satunya manusia yang terpilih untuk menyebarkan rahmat-Nya secara universal kepada alam semesta ini, bahkan bukan di alam dunia saja, tetapi juga di akhirat nanti, hanya baginda Nabi satu-satunya manusia yang mendapatkan hak memberikan syafaat kepada umat manusia secara keseluruhan. Syafaat Nabi inilah merupakan rahmat Allah Ta’ala terbesar dan terakhir setelah hari kiyamat sebelum masing-masing ahlinya ditempatkan di neraka atau di surga.

Dengan syafa’at di tangan baginda Nabi saw. akan menyelamatkan banyak orang dari siksa neraka jahanam di hari kiyamat nanti. Rasulullah saw. telah menegaskan hal tersebut dengan sabdanya:

حَدِيثُ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُعْطِيتُ خَمْسًا لَمْ يُعْطَهُنَّ أَحَدٌ قَبْلِي كَانَ كُلُّ نَبِيٍّ يُبْعَثُ إِلَى قَوْمِهِ خَاصَّةً وَبُعِثْتُ إِلَى كُلِّ أَحْمَرَ وَأَسْوَدَ وَأُحِلَّتْ لِيَ الْغَنَائِمُ وَلَمْ تُحَلَّ لِأَحَدٍ قَبْلِي وَجُعِلَتْ لِيَ الْأَرْضُ طَيِّبَةً طَهُورًا وَمَسْجِدًا فَأَيُّمَا رَجُلٍ أَدْرَكَتْهُ الصَّلَاةُ صَلَّى حَيْثُ كَانَ وَنُصِرْتُ بِالرُّعْبِ بَيْنَ يَدَيْ مَسِيرَةِ شَهْرٍ وَأُعْطِيتُ الشَّفَاعَةَ

Diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah al-Anshari r.a berkata: Rasulullah s.a.w bersabda: Aku diberi lima perkara yang tidak pernah diberikan kepada seorang Nabi sebelumku. Semua Nabi sebelumku hanya diutus khusus kepada kaumnya saja, sedangkan aku diutus kepada manusia yang berkulit merah dan hitam yaitu seluruh manusia. Dihalalkan untukku harta rampasan perang, sedangkan tidak pernah dihalalkan kepada seorang Nabipun sebelumku. Disediakan untukku bumi yang subur lagi suci sebagai tempat untuk sujud yaitu sembahyang. Maka barang siapa apabila tiba waktu sembahyang walau dimanapun dia berada hendaklah dia mengerjakan sembahyang. Aku juga diberikan pertolongan dapat membuat musuh merasa takut dari jarak perjalanan selama satu bulan. Aku juga diberikan hak untuk memberi syafaat.

• Riwayat Bukhari di dalam Kitab Tayamum hadits nomor 419 – Lima Solat Fardu hadits nomor 2890.
• Riwayat Muslim di dalam Kitab Masjid Dan Tempat Solat hadits nomor 810.
• Riwayat Nasa’i di dalam Kitab Mandi Dan Tayamum hadist nomor 429 – Masjid 718.
• Riwayat Ahmad Ibnu Hambal di dalam Kitab Juzuk 3 Muka Surat 304.
• Riwayat Ad-Darimi di dalam Kitab Sholat hadits nomor 1353.

Bahkan di tengah-tengah umat yang ingkar, keberadaan beliau semasa hidupnya mampu menjadi sebab tertahannya siksa Allah Ta’ala yang semestinya harus diturunkan kepada orang yang berbuat dosa. Demikian yang dinyatakan di dalam hadits Nabi saw.:

حَدِيثُ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ أَبُو جَهْلٍ اللَّهُمَّ إِنْ كَانَ هَذَا هُوَ الْحَقَّ مِنْ عِنْدِكَ فَأَمْطِرْ عَلَيْنَا حِجَارَةً مِنَ السَّمَاءِ أَوِ ائْتِنَا بِعَذَابٍ أَلِيمٍ فَنَزَلَتْ ( وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ وَمَا لَهُمْ أَلَّا يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ) إِلَى آخِرِ الْآيَةِ *

Diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a berkata: Abu Jahal berdoa: Wahai tuhanku sekiranya al-Quran ini benar datang dari sisi-Mu, maka turunkanlah hujan batu dari langit atau timpakan kepada kami siksaan yang pedih. Lalu turunlah ayat

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيْهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ وَمَا لَهُمْ أَلَّا يُعَذِّبَهُمُ اللَّهُ وَهُمْ يَصُدُّونَ عَنِ الْمَسْجِدِ الْحَرَام

Yang artinya: Dan Allah tidak sekali-kali akan menyiksa mereka, sedangkan engkau wahai Muhammad ada di antara mereka dan mengapa mereka tidak patut disiksa oleh Allah sedangkan mereka menghalang-halangi orang-orang Islam dari Masjidil Haram. hingga akhir ayat.

• Riwayat Bukhari di dalam Kitab Tafsir Al-Qur’an hadits nomor 4281.
• Riwayat Muslim di dalam Kitab Suasana Hari Kiyamat, Surga Dan Neraka hadits nomor 5004.

Hanya malalui gengaman tangan suci Syafi’ina Muhammad Rasulullah saw. “Rahmat Nubuwah” itu dari sumber rahasia yang azali dilimpahkan ke alam semesta sebagai “Rahmat Lil ‘Alamin”. Selanjutnya rahmat utama itu disebarkan dan memasuki setiap lini kehidupan umat manusia di berbagai pelosok belahan bumi melalui uluran tangan Ulama-ulama pewaris dan penerus perjuangan. Mereka itu sebagai kholifah bumi zamannya yang sekaligus adalah Ahli Bait Beliau saw,. Para Ahli Baitinnabi ra. tersebut telah meneruskan tongkat estafet perjuangan para pendahulunya, menyampaikan “rahmat nubuwah” yang diterima dari tangan sang datuk menjadi “rahmat walayah” di tangan mereka untuk disampaikan kepada umat sebagai “inayah” dari Allah Ta’ala, hal itu dimaksudkan supaya masing-masing hati yang selamat menerima Nur Tauhid Dan Nur Iman serta hidayah dari-Nya.

Tidak henti-hentinya mutiara zaman itu bepergian dari satu tempat ketempat lain, sambil berdagang menyeru manusia kepada jalan Allah Ta’ala, baik melalui dakwah maupun dzikir, baik melalui perjuangan maupun do’a-do’a, silih berganti sambung menyambung sampai saat hari kiyamat datang nanti. Dengan upaya seperti itu menyebabkan banyak orang hatinya menjadi simpatik dan memeluk agama islam. Bahkan sebagian dari mereka ada yang dijadikan menantu oleh raja-raja setempat yang akhirnya berdirilah kerajaan islam disana-sini, sejarah telah membuktikannya. Bahwa di tanah jawa yang dahulu penduduknya bukan penganut agama islam, berkat kegigihan perjuangan dan kekuasaan serta akhlakul karimah yang mereka pancarkan – dari sembilan Wali Songo delapannya adalah dzurriyatur rasul ra. – bersama-sama penduduk negeri sebagai pembela dan pengikut yang setia, dengan inayah Allah Ta’ala yang ada di tangan, mereka berhasil memberantas sarang-sarang kemusyrikan dan kezaliman, sarang-sarang kemungkaran dan kemunafikan serta menancapkan sendi-sendi tauhid dan islam dengan penuh rahmatan lil ‘alamin sehingga mayoritas penduduk tanah jawa itu menjadi muslimin yang penuh persaudaraan dan kedamaian, bahkan sampai sekarang, alhamdulillah, masih di tangan mereka pula panji-panji islam semakin hari semakin menancap di dalam hati mayoritas penduduknya.

Sejak dahulu sampai sekarang, dimanapun mereka berada, para ahli bait Nabi itu tidak henti-hentinya mengajak manusia di jalan Allah Ta’ala, ada yang melalui dakwah dan tulisan-tulisan, ada yang melaui dzikir dan mujahadah, ada yang melalui dzikir maulid dan dzikir manaqibnya. Sebagaimana yang telah dilakukan Sang Datuk dahulu, semuanya itu hanyalah dijadikan sarana bagaimana supaya manusia berbondong-bondong mendatangi panggilan Tuhannya. Maka dimana-mana, diseluruh pelosok dunia, asal mereka berada, manusia yang selamat hatinya berbondong-bondong mengerumuni mereka. Mengulurkan tangan menyambut uluran tangan mereka, mengharapkan dan mencari syafa’at dan keberkahan Allah Ta’ala yang sudah dilimpahkan kepada mereka, menggapai rahmat khusus yang diberikan secara khusus oleh Allah Ta’ala kepada mereka.

Asy-Syekh Ibnu Athoillah ra. berkata: [Allah mengetahui bahwa sesungguhnya seorang hamba sangat ingin mengetahui tentang kenyataan rahasia “Inayah”, maka Allah berfirman: “Allah menentukan rahmat-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya”. QS:3/74.]

Barang siapa ingin mengetahui tentang kenyataan rahasia “Inayah” atau rahmat Allah Ta’ala yang paling utama itu, maka demikianlah sunnah telah terjadi, tidak peduli, baik orang-orang kafir dan orang yang benci mengakui atau tidak, realita tidak memperdulikan lagi dengan mereka, karena sejarah telah membuktikan terhadap apa yang telah dinyatakan Allah Ta’ala dengan firman-Nya:

يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ – ال عمران:3/74

Allah menentukan rahmat-Nya (kenabian) kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah mempunyai karunia yang besar. QS:3/74.

Allah SWT. Tuhan Semesta Alam Yang Maha Pengampun Lagi Maha Pemurah dan Yang Mempunyai Karunia yang Besar, sejak zaman azali telah menghendaki dan menentukan, bahwa “Rahmat Utama” itu telah dianugerahkan secara khusus hanya kepada Junjungan kita Nabi Besar Muhammad saw. Nabi akhir zaman yang sekaligus sebagai penutup para Nabi, sebagai “Rahmatan Lil ‘Alamin”, untuk supaya disampaikan kepada seluruh makhluk di seluruh alam semesta. Maka sejak itu sampai hari kiyamat dan bahkan di hari akhirat nanti, manusia mendatanginya dengan berbondong-bondong dari segala penjuru belahan bumi, mengulurkan tangan untuk menggapai limpahan rahmat dan syafaat dari Baginda Nabi saw. bagaikan laron-laron mengerumuni lampu di kegelapan malam untuk mencari jalan kehidupan.

Dengan itu Allah Ta’ala menentukan bahwa ketaatan kepada Rasul saw berarti pula ketaatan kepada Allah SWT., artinya hanya dengan mengikuti baginda Nabi saw. di jalan yang sudah ditempuhnya, disitulah letak jalan kepada Allah yang sebenarnya yaitu: ”Jalan yang lurus, – jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang yang telah Allah anugerahkan nikmat kepada mereka, bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan pula jalan mereka yang tersesat”. Allah SWT. telah menegaskan dengan firman-Nya:

مَنْ يُطِعِ الرَّسُولَ فَقَدْ أَطَاعَ اللَّهَ وَمَنْ تَوَلَّى فَمَا أَرْسَلْنَاكَ عَلَيْهِمْ حَفِيظًا – النساء:4/80

Barangsiapa yang menta`ati Rasul itu, sesungguhnya ia telah menta`ati Allah. Dan barangsiapa yang berpaling (dari keta`atan itu), maka Kami tidak mengutusmu untuk menjadi pemelihara bagi mereka. QS:4/80.

Kalau ada orang belum pernah mengetahui, sehingga tidak mengenali “jalan lurus” yang telah siapkan Allah Ta’ala di balik rahasia ayat di atas, maka sejak sekarang hendaknya mencurahkan segala perhatian dengan bersungguh-sungguh, dengan mengadakan penelitian dan latihan yang mendalam, supaya sejak sekarang juga dapat menemukan dan mengenali “jalan lurus” itu yang selanjutnya dapat menempuhnya dengan benar. Jika tidak, sehingga selama hidupnya tidak dapat mengenali “jalan lurus” itu, dan apabila ketidaktahuan itu kemudian terlanjur dibawa keliang kubur, maka mereka tinggal menunggu apa yang akan terjadi disana, karena Allah Ta’ala telah memberikan peringatan dengan firman-Nya:

يَوْمَ نَدْعُوا كُلَّ أُنَاسٍ بِإِمَامِهِمْ فَمَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَأُولَئِكَ يَقْرَءُونَ كِتَابَهُمْ وَلَا يُظْلَمُونَ فَتِيلًا(71)وَمَنْ كَانَ فِي هَذِهِ أَعْمَى فَهُوَ فِي الْآخِرَةِ أَعْمَى وَأَضَلُّ سَبِيلًا – الإسراء:17/72

(Ingatlah) suatu hari (yang di hari itu) Kami panggil tiap umat dengan pemimpinnya; dan barangsiapa yang diberikan kitab amalannya di tangan kanannya maka mereka ini akan membaca kitabnya itu, dan mereka tidak dianiaya sedikitpun. – Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar). QS17/71-72.

Oleh karena selama hidup di dunia orang beriman telah mengikuti seorang pemimpin yang dapat membimbing jalan ibadah, maka di akhirat nanti mereka kembali akan dihidupkan bersama-sama dengan pemimpin tersebut. Akan tetapi, oleh karena sebagian besar manusia tidak pernah mengenali “jalan lurus” tersebut, mereka hanya melihat dengan mata lahir sedang mata batinnya buta, hanya mengelola kehidupan duniawi yang sementara dengan melupakan kehidupan ukhrowi yang selama-lamanya, maka di akhirat nanti mata itu akan menjadi lebih buta lagi dan mereka akan lebih tersesat dari jalan yang sebenarnya.

Dari “Rahmat Utama” yang ada di tangan “Manusia Utama” itu, kemudian terbentuklah jaringan persaudaraan antara sesama manusia dengan tulus dan ikhlas, saling mencintai semata-mata hanya karena Allah Ta’ala dan ukhuwah itu telah mengakar kuat dari porosnya, yang sekarang cabang dan rantingnya telah menyebar sampai kepada pelosok belahan bumi yang terpencil sekalipun. Itulah Ukhuwah Islamiyah, semenjak panji-panji pertama telah dikibarkan dengan jerih payah dan bahkan dengan bersimbah darah oleh para tokoh utamanya di bawah pimpinan langsung seorang Manusia yang paling utama (Rasul saw.), sampai sekarang dan bahkan selama-lamanya, panji-panji itu akan tetap berkibar, bahkan gaungnya semakin besar. Terbukti dengan semakin besarnya minat anggotanya untuk menenggak kesejukan minuman yang disajikan oleh ukhuwah itu lewat ibadah haji di Haramain (Makah Madinah) Meski sejak dahulu sampai sekarang, disana sini keutuhan ukhuwah itu masih saja menghadapi tantangan dan halangan yang tidak ringan dari orang-orang yang hatinya tidak senang, baik dari kalangan yang tidak percaya atau orang kafir maupun orang yang pura-pura percaya padahal sesungguhnya tidak percaya yaitu orang munafik.

Asy-Syekh Ibnu Athaillah ra. meneruskan dan berkata: [dan Allah mengetahui apabila mereka dibiarkan begitu saja dengan apa yang sudah dipahami, mereka akan meninggalkan amal dan bergantung kepada kehendak azali, maka Allah berfirman: “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dari orang-orang yang berbuat baik”. QS:7/56].

Kalau manusia dibiarkan dengan paham azaliyah, bahwa khoirihi wa syarrihi minallah, (baiknya dan jeleknya dari Allah) maka mereka cenderung berbuat malas dan meninggalkan usaha, hanya menggantungkan diri kepada kehendak Allah yang azali, dan bahkan kadang-kadang dengan berdalih tawakkal kepada Allah Ta’ala sebagai alasan untuk meninggalkan ikhtiar padahal sesungguhnya pelampiasan malas dan putus asa. Akibatnya, bisa-bisa kehidupan di muka bumi ini menjadi lumpuh, karena masing-masing manusia tidak mempunyai inisiatif untuk bekerja dan berusaha, hanya menunggu apa-apa yang bisa didatangkan dari langit, maka Allah Ta’ala telah membuka salah satu pintu lagi terhadap apa yang ada di balik rahasia qada’ dan qadar-Nya dengan firman-Nya:

وَادْعُوهُ خَوْفًا وَطَمَعًا إِنَّ رَحْمَةَ اللَّهِ قَرِيبٌ مِنَ الْمُحْسِنِينَ – الأعراف:7/56

Dan berdo`alah kepada-Nya dengan rasa takut dan harap. Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dari orang-orang yang berbuat baik. QS:7/56.

Orang-orang beriman tidak sekedar diperintah untuk berdo’a saja, akan tetapi maksudnya, do’a-do’a yang dipanjatkan itu harus mampu dijadikan dasar pijakan hati bagi apa yang dicari dan diusahakan secara lahir serta mengharapkan datangnya petunjuk dan hidayah sebagai isyarat atau ilham dari Allah Ta’ala yang selanjutnya supaya dapat ditindaklanjuti dengan usaha, maka dengan inayah Allah Ta’ala usaha seorang hamba akan mengarah kepada sasaran yang diharapkan, yaitu anugerah-anugerah yang sudah disiapkan baginya sejak azali.

Kemudian ditegaskan pula bahwa sesungguhnya rahmat Allah Ta’ala amat dekat dari orang-orang yang berbuat baik (al-Muhsinin), yaitu orang yang selalu berdo’a kepada Allah Ta’ala dengan rasa takut dan harap, baik dengan sendirian maupun berjama’ah, baik di rumah maupun di majlis-majlis dzikir dan mujahadah yang diadakan. Maka disitulah letak sasaran yang diharapkan itu, karena dari tempat seperti itu sumber rahmat akan terus-menerus memancar hingga usaha seorang hamba mendapatkan hidayah dan kemudahan-kemudahan dari Allah Ta’ala berkat do’a-do’a mereka. Karena keberadaan mereka (al-Muhsinin) di suatu tempat, seakan-akan memang telah ditetapkan menjadi sumber kehidupan dan keberkahan dari Allah Ta’ala bagi daerah sekelilingnya.

Dari do’a-do’a yang setiap pagi dan petang mereka panjatkan sebagai bentuk keprihatinan hati kepada ummat, akan menjadi sebab tersampaikannya rahmat Allah Ta’ala kepada orang-orang yang dido’akan, yang demikian itu kemudian menjadikan sebab terbentangnya keberkahan bagi daerah sekitarnya. Demikianlah yang terjadi, dimana-mana, di tempat yang mereka tinggali, yang asalnya sepi dan mati, ketika manusia sudah mengetahui keberadaan para Mutiara Zaman itu beserta kelebihan-kelebihan yang ada di tangan mereka, maka daerah itu kemudian menjadi hidup dan bergairah, orang-orang berdatangan dari segala penjuru negeri untuk mengambil berkah dari mereka, mencari obat kesembuhan bagi penyakit-penyaki yang diderita, baik penyakit lahir maupun penyakit batin, baik penyakit ruhani maupun penyakit ekonomi.

Itulah kenyataan yang terjadi sejak dahulu sampai sekarang, bahkan sampai dengan saat-saat Mutiara Zaman itu paripurna tugas dan meninggalkan kehidupan dunia ini untuk menerima balasan dari Tuhannya dari amal dan pengabdian yang telah mereka lakukan. Oleh karena setiap saat banyak orang berziarah ke makam Mutiara Zaman itu, maka ekonomi di daerah itu menjadi bangkit dan hidup bahkan mampu memakmurkan daerah sekitarnya. Demikianlah kenyataan kasat mata yang tidak bisa dipungkiri – bahwa keberkahan Allah Ta’ala telah mampu menghidupi orang hidup melalui kehidupan orang mati – meski masih banyak orang yang mengingkari jasa-jasa mereka. Bahkan mensyirikkan orang yang berziarah ke makam mereka.

Apa benar orang yang berziarah ka makam Waliyullah itu hukumnya syirik ..?? Jika tujuan orang-orang yang berziarah ke makam para Waliyullah itu sekedar minta kepada kuburan……! berdoa kepada batu mati yang menancap di atas sesonggok tanah kering….?, siapa yang tidak mengerti bahwa perbuatan tersebut hukumnya syirik. Kalau memang benar bahwa orang yang berziarah kekuburan para waliyullah itu syirik..?, sekarang ada pertanyaan; “sekiranya yang ditanam di bawah tanah kering yang ditancapi batu nisan itu jasad kita, maukah orang-orang yang berbuat syirik itu menziarai kuburan kita…?”, kalau ternyata tidak mau, apa bedanya jasad kita dengan jasad para waliyullah itu…? Ada apa di dalam jasad kita dan ada apa pula di dalam jasad mereka, padahal sama-sama jasad yang sudah mati….?. mengapa jasad para Wali itu dapat menarik hati orang banyak hingga datang dari tempat yang jauh sekedar ziarah atau tabarrukan sedang kepada jasad kita tidak…?

Barangkali ada sudut pandang yang berbeda sehingga hati yang mulia telah menjadi salah sangka. Kalau orang bertanya : “Mengapa orang banyak itu jauh-jauh dengan bersusah payah mau datang kekuburan orang yang sudah mati…?”. Maka jawabannya gampang, karena mereka itu adalah orang-orang bodoh hingga mampu berbuat yang tidak masuk akal, masak orang mati kok kuburannya didatangi dari jauh-jauh. Akan tetapi coba pertanyaannya agak dirubah sedikit: “Ada apa kiranya di kuburan orang itu…?, mengapa setiap hari orang-orang dari tempat yang jauh itu DIDATANGKAN oleh Allah Ta’ala untuk berziarah kesana…? mengapa tidak didatangkan ke kuburan kita….?. Maka jawabannya agak sulit karena membutuhkan ilmu yang luas dan penelitian yang mendalam kecuali bagi orang-orang yang hatinya ada Inayah dari Allah Ta’ala sehingga nur imannya mampu menyinari ilmu yang ada di bilik akalnya.

Bukankah semua orang tahu bahwa apa saja yang terjadi, pasti terjadi atas takdir Allah Ta’ala, sekarang pertanyaannya begeni; mengapa orang banyak itu setiap hari dari jauh-jauh DITAKDIRKAN Allah Ta’ala datang berziarah di kuburan para Waliyullah itu dan tidak ditakdirkan datang ke kuburan kita..? ada rahasia apa di balik itu…?. Kalau semacam ini pertanyaan yang dilontarkan, barangkali siapapun dapat menemukan jawabannya asal hatinya selamat dari penyakit hati yang dapat mematikan iman, kalau tidak, berarti hati kita perlu diteliti kembali, barangkali di dalamnya tercemar oleh penyakit-penyakit yang dimasukkan oleh syaitan jin yang gentayangan.

Maka jawabannya seperti ini: Itulah buah ibadah, para waliyullah itu sekarang sudah waktunya menuai bibit yang dahulu mereka tanam, yaitu kasih sayang kepada umat yang dikemas di balik perjuangan dan do’a-do’a. Karena keprihatinan hati kepada keselamatan orang lain yang notabene bukan apa-apanya telah membuahkan hasil, maka sekarang mereka telah menuai hasilnya itu, yakni didoakan kembali oleh manusia-manusia yang berterima kasih atas jasa-jasa mereka, didatangi dan dido’akan oleh orang-orang yang bersyukur atas kenikmatan iman di dalam hati hasil jerih payah yang dahulu telah mereka kerjakan, itu terjadi sebagai dzikir balik dari Allah Ta’ala kepada para Kekasih itu karena mereka dahulu telah berdzikir kepada Allah Ta’ala melalui keperihatinan hati kepada umat manusia sepanjang hidupnya. Hal tersebut merupakan bentuk pelaksanaan janji Allah Ta’ala yang tidak akan pernah dipunggkiri, bahwa Allah telah berfirman yang artinya: “Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni`mat) –Ku”. QS: al-Baqoroh 2/152.

Oleh karenanya, jika kita ingin mendapat kegembiraan seperti itu, yakni di saat keluarga kita saja terkadang melupakan jasad mati kita, orang lain didatangkan Allah Ta’ala untuk memberikan kegembiraan – maka sejak sekarang kita harus menggembirakan hati orang lain, supaya kelak ketika hati kita sedang sepi di dalam penantian yang panjang di alam kubur, Allah Ta’ala menghibur dengan datangnya orang lain menziarahi kuburan kita.

Ketika kejelekan-kejelekan karakter duniawi sudah tidak sempat lagi membekas di hati, ketika fitnah-fitnah kehidupan yang semestinya membakar telinga malah menyejukkan perasaan, itulah ciri hati orang-orang yang suka berbuat ihsan (al-Muhsinin), karena yang terlihat oleh matahati dari realita yang dihadapi hanyalah Allah Ta’ala dengan segala qada’ dan qadar-Nya, hanya irodah dan takdir-Nya, yaitu kehendak-Nya yang azaliyah untuk mentarbiyah seorang hamba yang dicintai. Dada mereka bagaikan hamparan bumi, apa saja boleh masuk, boleh kotoran boleh penyakit, akan tetapi yang keluar darinya hanyalah kebaikan dan obat belaka. Layaknya seperti seorang dokter, sungguhpun setiap saat mereka harus bergulat dengan penyakit dan orang sakit, tapi dokter yang sejati itu selamanya tidak akan tertular penyakit.

Keberadaan seorang “Muhsinin” yang sejati itu dimana-mana akan menjadi bagai tambang kebaikan, karena setiap tarikan nafas serta detak jantungnya hanya dimuati pengabdian, menyelesaikan permasalahan umat hingga kadang-kadang melupakan urusan pribadi. Kebanyakan orang datang kepadanya hanya untuk sekedar mengadu dan mencari solusi, bahkan tidak peduli walau orang baik itu sendiri sedang bersedih. Memakin banyak orang yang mengenal, semakin banyak pula masalah yang harus dihadapi, sehingga akibatnya, semakin lama dada orang yang “muhsinun” itu menjadi bagaikan bak sampah, karena hanya dipenuhi kesusahan dan kesedihan orang-orang yang mengelilingi. Itulah dokter-dokter ummat sejati, dengan amanat yang ada di pundak, mendorongnya untuk menghidupkan dzikir dan mujahadah malam. Ketika do’a-do’a yang ikhlas itu mendapatkan ijabah, maka jadilah sebagai sebab Allah Ta’ala membukakan pintu rahmat-Nya kepada umat. Bahkan dari sebab linangan air mata yang meleleh di pipi karena menangisi kesedihan umat, kadang-kadang menjadikan sebab Allah Ta’ala menurunkan air hujan di daerah yang ditangisi itu, bahkan konon, apabila di Baitullah Makkah al-Mukarromah, selama tujuh hari saja mereka absen tidak melakukan thowaf, berarti hari kiyamat segera akan datang.

Sebagian mereka bagaikan pelita-pelita bumi, walau di siang hari keberadaannya tidak tampak karena kesibukan lahir untuk menutupi kebutuhan hidup sehari-hari, akan tetapi di malam hari, bersama gemerlap bintang di langit sanggup menjadi penerang jalan bagi sang musafir yang sedang bersedih hati. Maka, wahai laron-laron liar yang ingin mencari penerang jalan, Anda jangan mengingkari keutamaan Allah yang telah diberikan kepada para Wali itu, terlebih dengan menyirikkan sesama saudara beriman yang menziarahi makam mereka, bersegeralah bertaubat dan mendekat kesana, mencari dimana mereka menyembunyikan mutiara azaliyah itu, supaya sang laron yang nakal dan tidak tahu diri itu dapat menemukan hidayah Allah Ta’ala. Maka sungguh benar Allah dengan firman-Nya: “Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat dari orang-orang yang berbuat baik”. QS:7/56.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar