Selasa, 10 Agustus 2010

Kemilau Warisan Mulia

Da’wah adalah pekerjaan paling mulia,proyek massal, kerja besar, kunci kebangkitan sejati warisan para nabi. Para nabi dan rosul tidak mewariskan apapun kecuali risalah yang harus dida’wahkan. Sebuah warisan yang harus diemban oleh semua orang. Warisan yang selalu dikukuhkan, benihnya disemai di segala penjuru alam. Warisan yang lebih berharga dari harta. Warisan yang lebih mulia dari intan permata. Warisan yang akan mengantarkan kita pada ketinggian derajat di sisi Allohsubhanahu wa ta’ala. Warisan yang akan menyelamatkan manusia, personal maupun massal. Ya..warisan para nabiyang seharusnya menjadi rebutan dan idam-idaman adalah da’wah kebangkitan.

Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya para ulama adalah pewarispara nabi. Sungguh para nabi itu tidak mewa-riskan dinar ataupun dirham. Mereka hanya mewariskan ilmu. Karena itu, siapa saja yang mengambilnya, maka ia telah mengambil bagian yang banyak.” (HR. at-Tirmidzi, IbnuMajah, Ahmad, ad-Darimi).

Pengertian ulama dalam hadits di atas ten-tu saja mereka yang mengamalkan dan men-da’wahkan ilmu mereka (al-‘ulama’ al-‘amilun).Mentarbiyyah manusia dengan ilmu. Syaikh Mazin bin AbdulKarim menyebut lima maknakerja da’wah robbaniyyah. Pertama, murobbi hakimin, adalah orang-orang yang mengajarkan ilmu dari perkara kecil hingga permasalahan besar. Kedua, da’iyyah mushlihah, menda’wahi umat dan memperbaikinya urusannya. ‘Amil bi ’ilmihi, mengamalkan ilmunya dan tidak ber-amal kecuali dengan ilmu. Hukamaa’ atqiya,orang bijakyang bertakwa. Faqih biwaqi’ ummatihi,faham dengan realita umat,mengetahui yang halal dan haram, mana perintah dan mana larangan, memahami permasalahan umat, dulu maupun kini. Ibnul Qoyyim rohimahullohmenyatakan, mereka inilah pewaris sejati para nabi.(Ar-Raid Durus fit Tarbiyyah wad Da’wah)

Para nabi dan pewarisnya menjadi mulia karena da’wah yang ditegakkannya. Sebalik-nya, tidak berda’wah adalah kehinaan dan lubang keterpurukan. Tidak berda’wah adalah bid’ahnya Yahudi dan Nasrani. PadahalNabiMusa ‘alaihissalamhabis usianya dalam da’wah, Nabi Isa‘alaihissalamapalagi. Tidak berda’wah berarti me-warisi sifat orang-orang Yahudi dan Nasrani. Kaum yang sesat lagi dimurkai. Kaum yang telahexpired, tidak layak mengurus bumi di-karenakan mereka meninggalkan da’wah yang benar.

Dulu, mereka adalah kaum terpilih dan termuliakan dengan diutus nabi-nabi yang berda’wah di tengah mereka. Ketika mereka tidak bersedia mengemban warisan para nabi itu, terpuruklah mereka. Kemuliaannya sirna. Datanglah sebuah gerakan kebangkitan dipim-pin Nabi dan Rosul terakhir, Muhammad shalallohu alaihi wa sallam melakukanda’wah. Namun mereka enggan untuk bergabung. Sempurnalah keterpurukan-nya. Hingga Alloh subhanahu wa ta’ala menurunkan firman-Nya untuk mencela mereka:

“Mengapa rohbaniyyun dan ahbar merekatidak melarang mereka mengucapkan per-kataan bohong dan memakan yang haram?Sesungguhnya amat buruk apa yang telah mereka kerjakan itu.”(QS. al-Mai'dah (5):63)

Ibnu Abbas rodhiallohu anhumengatakan, “Tidak ada dalam al-Qur’an suatu ayat pun yang lebih ke-ras celaannya daripada ayat ini.”

“Rohbaniyyun (yang culas) itu amat buruk kelakuannya, karena mereka telah meninggalkan tugas amar ma’ruf nahimungkar.” (Tafsir Ibnu Katsir)

Dikarenakan begituterpuruknya mereka,dalam salah satu khutbahnya Ali bin Abi Thalib rodhiallohu anhumewasiatkan agar jangan sampai se-perti mereka.

“Wahai manusia, sesungguhnya umat-umat sebelum kalian binasa hanyalah karena mereka melakukan kemaksiatan, sementara rahbaniyyun dan ahbar di kalangan mereka (Yahudi dan Nasrani) tidak mencegah mereka. Ketika mereka larut dalam kemaksiatan, maka mereka mendapatkan hukuman. Oleh karena itu, beramar ma’ruflah dan cegahlah yang mungkar, sebelum adzab turun kepada kalian seperti yang pernah turun pada mereka. Keta-huilah bahwa menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar itu tidak akan me-mutus rizki dan tidak pula mendekatkan ajal.”(Kanzul ‘Ummaal, II/683)

Seorang yang telah mengetahui suatu ilmupara nabi, wajib hukumnya menda’wahkannya. Maka da’wah adalah kata yang selamanya harus ada dan terpatri dalam diri seorang Muslim yang menghendaki al-manzilah al-‘ulya (kedudukan tinggi) di sisi Alloh subhanahu wa ta’ala. Adakah jalan yang lebih mulia dan dapat membawa kita menuju puncak kebahagiaan selain jalan da’wah yang telah di-tempuh oleh Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam dan yang Beliau nyatakan menjadi jalan pengikutnya?!

“Katakanlah, “Inilah jalan (agama)ku, akudan orang-orang yang mengikutiku ber-da’wah kepada Alloh dengan hujjah yangnyata…” (QS. Yusuf [12]: 108)

Beban kehidupan dunia yang kita hadapi,apapun bentuknya, bukan alasan yang mem-buat kita kehilangan kepekaan dan kesigapan memenuhi seruan da’wah. Kebersamaan kita bersama Rosululloh shalallohu alaihi wa sallam, shiddiqin, syuhada, dan shalihin di surga –insya Alloh– ditentukan oleh sejauh mana kita meneladani mereka dalam kesigapan memenuhi seruan da’wah.

Begitu juga warisan terbaik untuk gene-rasi yang akan datang adalah warisan da’wah.Keadaan generasi nanti harus lebih baik dari saat ini. Maka warisan yang ditinggalkan untuk mereka haruslah semulia-mulia warisan. Se-hingga mereka mengikuti jejak para pendahu-lunya yang memilikikerja mulia. Janganlahmelakukan kerja-kerja rendahan. Karena itu akan menjadi contoh bagi mereka. Kebaikan akan mewariskan kebaikan dan keburukan akan mewarisksn keburukan pula. Oleh karena itu Alloh subhanahu wa ta’alatelah mengingatkan agar memper-hatikan nasib generasi berikutnya dengan me-wariskan nilai-nilai kebaikan bagi mereka.

“Dan hendaklah takut kepada Alloh orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwakepada Alloh dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.(QS. An Nisa’[4]: 9)

Akankah kita membiarkan diri kita dan generasi sesudah kita larut dalam keterpurukan bagaikan si buta di tengah rimba belantara yang terjerembab dalam lumpur hina? Ataukah bangkit menjadi titik-titik cahaya yang kian membesar menerangi zaman yang kelam? Ke-tika jelas sudah bahwa da’wah adalah kunci ke-muliaandari kebangkitan sejati. Sedang tidak berda’wah adalah kehinaan jurang keterpuru-kan,maka tidak ada pilihan lain kecuali ber-da’wah.

Saat Dakwah Terabaikan,...Haruskah kawan....!!!!!

Mengerikan. Mungkin, itulah kata yang cocok untuk menggambarkan akibat dakwah ditinggalkan. Tentang hal ini, Al-Qur'an dan as-Sunnah sangat keras dalam memberi peringatan. Nas-nas yang tegas, menyeruak di alam realita yang panas. Mulai dari tertimpa laknat Alloh, terancam azab, tidak dikabulkannya do'a, tersebarnya kerusakan dan kebinasaan secara massal, hingga orang-orang jahat menjadi penguasa, leluasa menzholimi umat.

“Telah dilaknati orang-orang kafir darikalangan Bani Israel melalui lisan Dawud dan Isa putra Maryam. Hal itu dikarenakan kemaksiatan mereka dan perbuatan mereka yang selalu melampaui batas. Mereka tidak melarang kemungkaran yang dilakukan oleh sebagian di antara mereka, amat buruk perbuatan yang mereka lakukan itu.”(QS. Al-Ma’idah: 78-79)

Bani Israel itu dikutuk oleh Alloh, ka-rena tidak melarang tindakan mungkar diantara mereka. Sebagian dikutuk menjadi kera, sebagian lagi menjadi babi, sedang sisanya hidup terlunta-lunta hingga saat ini. Nama Yahudi semacam identik dengan licik, angkuh, pengecut, tak pernah menepati janji hingga semua orang benci. Banyak Ne-gara yang tidak rela negerinya ditinggali orang Yahudi, seperti Spanyol, sampai de-ngan hari ini tidak menerima eksistensi Yahudi.

Kisah terkutuknya mereka berawal ke-tika mereka melanggar larangan Allohsubhanahu wa ta’ala menangkap ikan di hari sabtu. Sebagian mempermainkan larangan itu dengan me-masang perangkap ikan pada jum’at sore, lalu mengambil hasilnya di hari ahad pagi. Kelompok pertama mengingatkan bahwa itu adalah pelanggaran, kelompok kedua diam. Kelompok pertama yang berdakwah diselamatkan oleh Alloh, sedang orang-orang yang bermaksiat dikutuk menjadi kera. Sedang kelompok yang diam para ulama berbeda pendapat, menurut pendapat yang kuat, mereka diazab dengan azab se-rupa. (Lihat tafsir QS.al-Baqarah: 65-66)

Kutukan ini tidak hanya khusus bagi Yahudi di masa lampau, tapi bisa menimpa kepada orang-orang yang semisal mereka dimana saja. Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallamsudah memberi tahu kita bahwa hukuman semacam itu bisa saja mengena umat Islam.

"Beberapa saat sebelum Hari Kiamat tiba, manusia akan diubah menjadi kera dan babi, ditelan bumi dan dihujani batu." (Shahih Ibnu Majah no.3280)

Kutukan itu bisa sirna jika dakwah di-tegakkan, sebab da’wah adalah obat mu-jarab pencegah laknat dan azab.

Dari Hudzaifah bin Al-Yamanrodhiallohu ‘anhu, Rosululloh shalallohu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya! Benar-benar kalian harus memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar, atau Alloh akan mengirimkan untuk kalian hu-kuman dari sisi-Nya kemudian kalian pun berdoa kepada-Nya namun permohonan kalian tak lagi dikabulkan.”(HR. Ahmad, dihasankan oleh Al-Albani)

“Tidaklah suatu kaum yang di hadapanmereka ada orang yang melakukan kemak-siatan, padahal mereka lebih perkasa dari-nya dan lebih mampu (untuk mengubah-nya), namun mereka tidak mengubahnya, melainkan Alloh menimpakan azab kepada mereka karenanya.” (HR. Ahmad)

"Perumpamaan orang-orang yang men-cegah berbuat maksiat dan yang melanggar-nya adalah seperti kaum yang menumpangkapal. Sebagian dari mereka berada di ba-gian atas dan yang lain berada di bagian bawah. Jika orang-orang yang berada di bawah membutuhkan air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atas-nya. Lalu mereka berkata: 'Andai saja kamilubangi (kapal) pada bagian kami, tentu kami tidak akan menyakiti orang-orang yang berada di atas kami'. Tetapi jika yang demikian itu dibiarkan oleh orang-orang yang berada di atas (padahal mereka tidak menghendaki), akan binasalah seluruhnya. Dan jika dikehendaki dari tangan mereka keselamatan, maka akan selamatlah semua-nya".(HR. Bukhari)

Kapal yang sudah bocor lalu tenggelamtelah pernah dialami negeri ini. Hantaman gelombang Tsunami, semburan Lumpur Lapindo, gempa bumi di Sumatera Barat, letusan gunung berapi di Yogyakarta, banjir dimana-mana memusnahkan anak bangsa beserta harta bendanya. Kapal karam, pe-sawat hilang di lautan dan di belantara hu-tan. Semua adalah akibat kemaksiatan yangtidak segera diingatkan, akibat da’wah ter-abaikan.

"Sesungguhnya Alloh tidak akan meng-azab orang-orang secara keseluruhan akibatperbuatan mungkar yang dilakukan oleh seseorang, kecuali mereka melihat kemung-karan itu di depannya, dan mereka sanggup menolaknya, akan tetapi mereka tidak me-nolaknya. Apabila mereka seperti itu, nis-caya Alloh akan mengazab orang yang me-lakukan kemungkaran tadi dan semua orangsecara menyeluruh." (HR. Imam Ahmad)

“Hendaklah kalian memerintahkan ke-ma’rufan dan mencegah kemungkaran, kalau tidak, Alloh pasti akan menjadikan orang-orang jahat di antara kalian menguasai kalian”(HR al-Bazzar dan ath-Thabrani).

Di depan mata, kita sudah bisa menyak-sikan kerusakan besar akibat da’wah di-tinggalkan. Kebodohan tumbuh subur de-ngan dianggapnya kebathilan sebagai kebe-naran. Manusia tenggelam dalam pelang-garan hukum-hukum-Nya, sedangdi waktuyang sama pelanggaran dipahami sebagai sebuah kebanggaan. Tindak kriminal bak wabah, menyebar luas lebar, tinggi dan me-ngakar. Hatihati menjadi keras lagi bebal tak mempan lagi dinasehati. Kebencian antar sesama terjadi setiap saat hampir me-nyelimuti segala sisi kehidupan. Sangat mengerikan.

Saat ini, kita semua sedang dalam si-tuasi genting sekali. Masa ini adalah masa darurat da’wah. Terabaikannya da’wah berarti kengerian akan terus saja mengaliri ruas-ruas kehidupan kita bahkan anak ke-turunan kita sepanjang hari. Kita tak bisa untuk tidak peduli.

Sebab, tidak peduli terhadap kemung-karan adalah tindak kriminal. Suatu waktu,sekelompok pemabuk dihadapkan pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz untuk men-dapatkan hukuman. Sementara di sana juga ada seorang muslim yang duduk bersama mereka, tetapi dia tidak ikut-ikutan karena sedang berpuasa. Saat itu, polisi diperintah-kan untuk mencambuk semua orang yang ada di sana. Namun, sang polisi bertanya, “Wahai Amirul Mukminin, si fulan ini tidak ikut minum bersama mereka; dia sedang ber-puasa.” Umar bin Abdul Aziz tegas berkata,“Cambuklah delapan puluh kali deraan, karenaia seperti orang-orang yang mabuk itu!” Me-ngapa demikian? Karena tindakan ini se-suaidengan firman Alloh QS.an-Nisa: 140.